Selasa, 22 September 2015

MAKALAH TATTWA “SEJARAH PURA NARMADA”



MAKALAH TATTWA



SEJARAH PURA NARMADA

Dosen Pengempu : I Gede Mahardika

                                              


                             

Disusun Oleh kelompok  :
I Komang Adi Purnawan                    131 111 42
Gede Putra                                131 111
Ni Nyoman Apriani                   131 111
Ni Wayan Budi Aryani             131 111 46
Nyoman Jani Asih                    131 111
Nyoman Tri Mega Sari            131 111
Jurusan :       Dharma Acarya IIIB





JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI GDE PUDJA MATARAM
2014


KATA PENGANTAR


“Om Swastyastu”
           puji syukur saya haturkan kehadirat ida sang  hyang widhi wasa,  berkat asung kerta wara nugraha-Nya, saya  dapat menyelesaikan tugas mandiri  makalah tattwa yang berjudulsejarah pura narmada
            Sesuai dengan judul yang telah disebutkan diatas, dalam makalah  ini saya memaparkan mengenai sejarah pura narmada  dan juga bagaimana konsep ketuhan dalam pura ini. Tujuan dari penyusunan makalah ini, selain untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran tattwa,  juga saya susun sebagai bahan pembelajaran.
            Namun di samping itu, saya  menyadari betul bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Dan untuk itu saya mengharapakan kritik dan saran  yang sekiranya membangun dari  para pembaca sekalian agar kekurangan dalam  makalah ini dapat diperbaiki dan menjadi lebih sempurna untuk proses penambahan wawasan kita semua.
“Om Santih, Santih, Santih, Om”



                                                                        Mataram, 20, oktober 2014


                                                                          Penyusun    











DAFTAR ISI


Kata Pengantar....................................................................................................
Daftar Isi.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................
1.3 tujuan .......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
.... 2.1.sejarah pura narmada................................................................................
.... 2.2 denah pelinggih .......................................................................................
2.3 konsep ketuhanan  ....................................................................................
     2.4 pelaksanaan pujawali ...............................................................................
2.5 hal-hal yang unik dipura Narmada ...........................................................  
BAB III PENUTUP
           3.1 Kesimpulan ..............................................................................................
            3.2 Saran .......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
















PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Tempat suci bagi penganut agama merupakan sarana atau salah satu alat untuk mengadakan kontak atau hubungan ke hadapan Tuhan yang dipujanya. Di tempat inilah kita bisa berkonsentrasi untuk memuja kebesaran Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai sumber dari segala sumber yang ada. Di samping itu keberadaan tempat suci suatu agama juga merupakan salah satu  persyaratan untuk mendapatkan pengakuan dari negara.
Istilah Pura sebagai tempat suci diperkirakan telah dipakai sejak zaman Dalem ( Sebutan untuk Raja – raja Bali keturunan Kresna Kepakisan ) berkuasa di Bali sebelum dikenal istilah Pura,  Tempat suci sebagai tempat pemujaan Tuhan oleh umat Hindu di Indonesia di Bali khususnya dikenal dengan istilah Kahyangan atau Hyang. Istilah Pura mulai dipergunakan untuk menyebutkan nama tempat suci untuk  pemujaan,
Letak areal untuk tempat suci Pura menurut keyakinan umat Hindu adalah di hulu, berpedoman kepada arah matahari terbit atau letak gunung. Matahari terbit dan letak gunung dipandang sebagai arah yang suci, karena kedua sumber alam itu diciptakan oleh Tuhan sebagai sumber kehidupan semua mahluk, untuk itu di Bali arah hulu itu adalah timur dan utara atau sudut timur laut, selain itu adapula yang memakai hulu itu kejalan dan ada pula kearah sungai bila ditempat itu sulit ditentukan.
1.2  Rumusan Masalah
1.      bagaimana sejarah pura narmada?
2.      bagaimana konsep ketuhanan di pura narmada?
3.      Konsep Ketuhanan yang ada di pura Narmada?
4.      Bagaimanakah pelaksanaan pujawali di pura Narmada?
5.      Apa saja hal-hal yang unik di pura Narmada?

1.3  tujuan
Makalah ini kami susun bertujuan untuk memenuhi salah satu mata kuliah tattwa di samping itu makalah ini juga sebagai bahan ajar bagi pembaca untuk lebih dekat mengenal sejarah dan bagaimana konsep ketuhan yang ada di pura narmada.


























BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Sejarah Singkat Pura Narmada
Menurut penuturan dari jero mangku Komang  Puji yang bertugas sebagai pengemon pura di Pura Narmada, Pura Narmada dibangun pada masa Kerajaan Mataram yang diperintah oleh Raja Anak Agung Gede Ngurah Karang Asem, sebelum dibangunnya Pura Narmada ada pernjanjian antara kerajaan Selaparang dengan kerajaan Mataram mengenai wilayah kekuasaan masing-masing kerajaan, pada masa itu kerajaan Mataram mendapat wilayah di sebelah barat pulau lombok dimana tempat didirikannya Pura Narmada, Dahulu kala pada masa pemerintahan Anak Agung Gde Ngurah Karang Asem sering diadakan pemujaan untuk dewa Siva yang bertepat digunung Rinjani, raja beserta pengikutnya bersama-sama mendaki gunung untuk mengadakan upacara pekelem yaitu upacara yang dikaitkan dengan kesuburan dan turunnya hujan disebut juga upacara Meras Danu, atau mengorbankan sesuatu dengan cara menenggelamkan Sarana Upakara yadnya kedasar danau segara anak, tetapi lambat laun kondisi kesehatan  raja semakin menurun  yang akibatkan karena  usia yang sudah tidak muda lagi, dan karena hal tersebut  raja mulai berfikir bagaimana caranya agar yadnya (upacara pekelem) yang biasa beliau lakukan di Gunung Rinjani bisa beliau laksanakan tanpa harus mendaki gunung, akhirnya setelah berfikir panjang Raja memutuskan untuk membuat replika atau sebagai simbol dari Gunung Rinjani, replika dari lokasi disekitar Gunung Rinjani tersebut diberi nama Taman Narmada, Narmada diambil dari nama sebuah sungai di India yaitu sungai Narmadanadi, dahulu nama Narmada hanya untuk menamai tiga sumber mata air yang ada di taman tersebut tetapi lama – kelamaan dipakai untuk menyebutkan seluruh komplek areal taman termasuk pura.
Pada saat pembangunan Taman,  seluruh arsitek kerajaan dikerahkan untuk bisa membawa nuansa Gunung Rinjani ke pusat kota, puncak dari Gunung Rinjani dilukiskan dengan dibuat struktur bangunan  paling tinggi yang ada di taman yaitu kawasan pura yang dikenal dengan nama Pura Kelasa. Pura Kelasa adalah salah satu Pura tertua di Lombok, Pura Kelasa merupakan replika Gunung Rinjani yang secara kesatuan dengan Telaga Ageng melambangakan Makrokosmos atau alam semesta, pintu masuk pura berbentuk Paduraksa (gapura beratap), satu menghadap selatan dan satu menghadap kebarat dengan dua buah Arca penjaga pintu (Dwara Pala) yang diapit oleh dua bangunan kembar dengan 6 tiang yang disebut Bale Gong.
 Di dalam lokasi taman juga dibangun telaga yang sangat luas sebagai simbol Danau Segara Anak, di telaga tersebut juga terdapat tiga patung yang menunjukkan tahun pembuatan dari taman tersebut,  yaitu sebuah candi sebagai lambang matahari angkanya 1, patung Ganesa yang berada disebelah timur angkanya 8, telaga itu sendiri angkanya 0, dan patung Arjuna yang berada di sebelah timut telaga angkanya 5 karena diambil dari Panca Pandawa, bila diurutkan pembangunan replika Gunung Rinjani dibangun pada tahun saka 1727 dan apabila di masehikan tahun saka ditambah 78 menjadi 1805 Masehi.
Selain pura Kelasa dan telaga, terdapat juga sumber mata air yang diberi nama Campuan Tiga, mata air itu berasal dari tiga sumber yaitu Mata air dari Suranadi, Mata Air dari Lingsar dan Dari Narmada itu sendiri, menurut jero mangku Sarjana yang bertugas di lokasi Campuan Tiga, mata air itu hampir sama dengan lokasi di Torean, apabila kita mendaki Gunung Rinjani melewati daerah keropok kita akan menemui tiga aliran sungai yang ada di gunung yaitu Banyu Urip yang tidak pernah berhenti mengeluarkan air walaupun lokasinya berada di dataran tinggi dan kering, Goa Manik juga merupakan salah satu aliran yang ada di gunung, dan yang terakhir yaitu Goa Susu, disebut goa susu karena air yang keluar dari didinding batu berwarna putih seperti air belerang, Karena mata airnya berasal dari Gunung Rinjai dan tempat pertemuan tiga sumber mata air lainnya, maka air yang ada di Balai Petirtaan dipercaya dapat menjadikan orang yang meminum dan membasuh mukanya dengan air di situ akan awet muda.
Jadi secara keseluruhan apa yang ada di Pura Narmada merupakan gambaran dari nuansa pegunungan yang ada di Gunung Rinjani, dengan adanya simbol dari Gunung  Rinjani sendiri yaitu pura Kelasa, simbol Danau Segara Anak yaitu Telaga Ageng dan tiga sumber mata air yang ada digunung yang diwujudkan dengan adanya Campuan Tiga, tidak hanya itu struktur dari bangunan pura juga berbeda dengan pura lainnya yaitu banyaknya anak tangga yang naik dan turun /berundak-undak  supaya kesan dalam mendaki Gunung Rinjani benar-benar terasa di komplek pura. Pura yang memiliki luas kurang lebih 3 Hektar ini tergolong pura jagat atau pura umum bagi semua penganut Hindu dan merupakan salah satu di antara delapan pura tua di Pulau Lombok.
Taman Narmada ini terletak di Desa Lembuah, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, sekitar 10 kilometer sebelah timur Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Taman Narmada yang sekarang ini adalah hasil pembangunan dan serangkaian perbaikan/pemugaran yang berlangsung dari waktu ke waktu. Sewaktu para petugas dari Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala bersama dengan para petugas Kantor Wilayah Depdikbud Nusa Tenggara Barat meneliti dan mengumpulkan data sebagai langkah awal pemugaran, mereka berpendapat bahwa pemugaran secara memuaskan tidak mungkin, karena bahannya kurang dari 50%. Banyak bagian yang telah rusak terutama tebing-tebing kolam, taman, pagar maupun bangunan. Pada tahun 1980 sampai 1988 rekonstruksi Taman Narmada dapat diselesaikan. Setelah direkonstruksi oleh pemerintah melalui Dirjen Kebudayaan, Direktorat Perlindungan dan pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menjadikan Taman Narmada sebagai kompleks bangunan cagar budaya dengan daftar induk inventarisasi peninggalan sejarah dan purbakala pusat nomor 1839. Dengan demikian, sesuai dengan peraturan yang berlaku kelestarian Taman Narmada dilindungi oleh pemerintah.




2.2  Denah Pelinggih di pura Narmada

1






5

 



2

4

3


6

6
 


Keterangan :
1.      Lingga Stana Sedahan Penglurah
2.      Meru Gedong Lingga Stana Bhatara Gunung Rinjani.
3.      Meru (Tumpang 3) Lingga Stana Bhatara Sang Hyang Pasupati (Semeru).
4.      Meru  Gedong Lingga Stana Bhatara Gunung Agung.
5.      Bale Pawedaan.
6.      Bale Gong.
Pelinggih dari Gunung  Semeru berada ditengah dan bentuk punden berundaknya atau merunya lebih tinggi diantara bangunan pelinggih dari Gunung Rinjani dan Gunung Agung.  Apabila di kaitkan dengan mitos dari Gunung Rinjani dan Gunung Agung akan menemukan Jawaban dari hal tersebut, disebutkan bahwa pada zaman bahari Pulau Bali dan Pulau Lombok dalam keadaan stabil masih sunyi dan senyap. Seolah-olah mengambang ditengah lautan, keadaan pulau Bali dan Lombok sangat labil dan selalu bergoyang, keadaan ini mendapat perhatian serius dari Bhatara Pasupati dan beliau sangat iba dan kasihan dengan keadaan ini, Bali yang pada waktu itu hanya memiliki 4 buah gunung, untuk menstabilkan pulau bali dan Lombok ini Bhatara Pasupati memotong puncak Gunung Semeru di Jawa Timur kemudian di bawa ke Bali dan Lombok, Oleh Bhatara Hyang Pasupati, Sang Bhadawangnala dititahkan menjadi dasar bumi, Sang Ananthabhoga dan Sang Naga Bhasuki sebagai pengikatnya dan Sang Naga Taksaka ditugaskan menerbangkan potongan gunung tersebut,  ketika menerbangkan potongan dari puncak Gunung Semeru tersebut ada beberapa bagian dari Gunung tersebut jatuh ke tanah dan menjadi beberapa gunung di pulau bali diantaranya Gunung Agung, dan Gunung Rinjani di Lombok merupakan potongan bagian bawah Gunung Semeru, jadi posisi pelinggih gunung semeru yang ada di Pura Narmada dibuat lebih tinggi karena dipercaya bahwa Gunung Agung dan Gunung Rinjani merupakan bagian dari puncak Gunung Semeru.(Jero mangku ketut subandi:2002, Hal. 4-5)
2.3 Konsep Ketuhanan
Mengenai konsep Ketuhanan yang ada di pura Narmada berpedoman pada letak gunung, yaitu pelinggih yang menghadap selatan sehingga para umat yang menghaturkan bakti menghadap ke arah utara, di Pura Narmada terdapat tiga pelinggih utama dan satu pelinggih yang wajib ada di setiap pura yaitu pelinggih Penglurah , dan tiga pelinggih utama sudah jelas tergambar  pada denah diatas yaitu ditengah adalah simbol dari Gunung Semeru dan yang berstana disana adalah Bhatara Pasupati (Dewa Siva) , untuk  pelinggih yang disebelah barat adalah simbol dari Gunung Agung dan yang berstana disana adalah Bhatara Putranjaya (Mahadewa) dan pelinggih yang disebelah timur adalah simbol dari Gunung Rinjani (Dewa Wisnu) dan yang berstana disana adalah Bhatara Lingsir  Gunung Rinjani.

2.4  Pelaksanaan Pujawali
Pujawali piodalan di Pura Narmada jatuh pada Purnama Kelima sekitar bulan November, yang diawali dengan kegiatan mendak tirta gunung rinjani yang dilaksanakan tiga hari sebelum upacara piodalan, menurut I Wayan Dresta beberapa pengemong pura bersama-sama mendaki ke Gunung Rinjani agar mendapatkan langsung amerta dari gunung Rinjani.
Selain amerta dari gunung Rinjani, para pengurus Pura Narmada juga mendak tirta Gunung Agung dengan cara ngayat (ngacep) di daerah Gondawari jadi untuk mendapatkan amerta dari Gunung Agung Para pemedek tidak perlu ke bali tetapi cukup ngayat dari daerah gondawari, begitu pula untuk amerta Gunung Semeru yang dilakukan dengan cara ngayat di Petirtaan yang sudah ada di Pura Narmada.
Setelah mendapatkan ketiga Amerta dari ketiga Gunung tadi, kegiatan selanjutnya adalah ngadegan pelinggih Ida Betara Gunung Agung, Gunung Rinjani dan Gunung Semeru, sekaligus peletakan Amerta yang sudah diperoleh di Ketiga Gunung tersebut, dan dirangkaikan dengan upacara mecaru dengan menggunakan Caru Panca Sata dengan menggunakan 5 ekor ayam yang terdiri dari ayam putih, merah,Hitam, Kuning dan Brumbun serta memakai tumpeng sesuai dengan urip masing-masing penjuru mata angin.
Keunikan dari upacara piodalan di Pura Narmada  adalah Puncak acaranya yang  jatuh pada Purnama Kalima bersamaan dengan kegiatan mulang pekelem yang dilaksanakan di Danau segara anak Gunung Rinjani, upacara mulang pekelem dilaksanakan pada pagi hari sekitar jam 07.00, sedangkan piodalan dilaksanakan pada sore hari sekitar pukul 16.00, yang dilaksanakan oleh seluruh warga pengemong Pura Narmada dan masyarakat umum diluar pengemong pura.
Selain persiapan mendak tirta yang dilakukan sebelum upacara pujawali dilakukan, persiapan didalam menyiapkan Bebantenan juga dilakukan oleh pengemong pura, beberapa hari sebelum pelaksanaan pujawali ketua krama pura melakukan pembagian tugas untuk para pengemong pura untuk membuat bebantenan yang umum seperti : banten pajegan, banten semayut, banten pejati, banten peras, banten tebasan, banten bayuan, banten ajengan, ketipat ajengan, jerimpen, dan masih banyak banten lainnya, sedangkan untuk banten yang di buat khusus dan bebantenan yang agak rumit menurut jero mangku Komang Puji dikerjakan langsung oleh anggota krama pura seperti pembuatan jaja pulogembal,banten suci, caru dan beberapa banten lainnya,dan untuk bebantenan yang ditata diarepan Sulinggih menggunakan bebantenan adandanan madya yang terdiri dari 33 jenis bebantenan.

2.5  Hal-Hal Unik Yang Ada Di Pura Narmada
Seperti halnya peninggalan kerajaan yang ada di daerah lain, peninggalan kerajaan pada masa kejayaan Raja Karang Asem sangat berbeda, diantaranya terdapat di Pura Narmada ini yang memiliki suatu keunikan dan membedakan dengan Pura Lainnya, Pura Narmada yang merupakan salah satu peninggalan Anak Agung Gde Ngurah Karang Asem memiliki beberapa bangunan di areal tamannya yang dahulunya adalah istana tempat peristirahatan Raja beserta Permaisuri,dayang-dayang, dan bala tentara, antara lain terdapat Kolam pemandian para dayang – dayang raja yang diberi nama telaga Padmawangi, dikatakan Padmawangi Karena pada jaman dahulu telaga tersebut banyak ditumbuhi bunga tunjung yang harum , kemudian terdapat beberapa Bale dan halaman yang terdiri dari :
a.       Bale Terang yang berbentuk rumah panggung yang didalamnya memilliki tiga ruangan dan berfungsi sebagai gudang, bagian atasnya memiliki tiga bagian diantaranya dua kamar yang ujungnya (utara dan selatan), berfungsi sebagai tempat tidur raja dan ruang tengahnya terbuka yang berfungsi agar Raja bisa melihat pemandangan dari arah timur.
b.      Halaman Becingah, pada jaman dahulu di halaman ini terdapat dua bangunan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan senjata dan sebagai tempat menghadapnya para senopati dan prajurit.
c.       Halaman Pasarean, pada jaman dahulu dihalaman ini terdapat bale terang dan bale loji yang berfungsi sebagai tempat membaca kitab Weda dan sebagai tempat penjagaan.
d.      Halaman Mukedas, semula pada halaman mukedas dibangun Bale Loji, merajan (sanggah), Bangsal dan bangunan tempat pelayanan raja.
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Setiap daerah pasti memiliki suatu sejarah yang bisa diwariskan kepada anak-cucu generasi penerus dari leluhur, agar keturunan yang ditinggalkan bisa mengetahui dari mana mereka berasal, selain itu ada bebrapa benda ataupun bangunan yang bisa dijadikan sebagai bukti adanya suatu cerita dimasa lalu yang memulai peradaban di suatu wilayah salah satu peninggalan cagar budaya yang terbesar di Lombok yaitu Taman Narmada.
Taman Narmada bukan hanya sebuah taman melainkan suatu konsep bangunan yang menjadi miniatur dari ciptaan dari kemahakuasaan Tuhan yaitu Gunung Rinjani, untuk itu sebagai salah satu warisan budaya yang ditinggalkan oleh Raja Anak Agung Ngurah Karang Asem para generasi Muda Hindu yang ada di kota mataram sebisa mungkin untuk tetap melestarikan apa yang sudah diwariskan, karena hal-hal yang bersifat sejarah apabila tidak ada yang melestarikan lama kelamaan akan punah dan terkikis oleh jaman yang semakin modern.
3.2 Saran
            Begitu banyak peninggalan sejarah yang kita miliki, dan juga begitu banyak kebanggaan yang kita rasakan karena leluhur kita begitu banyak memberikan peninggalanya untuk kita semua warisi.dari generasi ke generasi , marilah kita jaga bersama harta warisan leluhur yang begitu berharga dan juga satu satunya, maka dari itu tidak ada alasan buat kita sebagai generasi muda indonesia. Hindu pada khususnya untuk tidak menjaga warisan budaya leluhur kita,
            Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarah bangsanya. Dan kenanglah setiap sejarah yang di wariskan dalam darah kita, karena di dalam semua kenangan itu kita dan sejarah itu akan selalu ada dan hidup.

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR NARASUMBER
1.      Nama               : Jero Mangku Komang Puji.
Umur               : 75 Tahun
Alamat                         : Narmada
Pekerjaan         : pemangku Pura Kelasa Narmada

2.      Nama               : Jero Mangku Sarjana
Umur               : 50 Tahun
Alamat                         : Narmada
Pekerjaan         : pemangku di Bale Campuan Tiga Narmada.

3.      Nama               : I Wayan Dresta
Umur               : 33 Tahun
Alamat                         : Mataram
Pekerjaan         : Mahasiswa STAHN Gde Pudja Mataram













LAMPIRAN-LAMPIRAN
JERO MANGKU KOMANG SUARJANA
Ø  Tampak depan pura Kelasa Narmada
Ø  PERSEMBAHYANGAN BERSAMA.

Ø Telaga padmawangi yang dahulu kala merupakan tempat pemandian para dayang-dayang raja
      dan undakan tangga yang diibaratkan seperti mendaki gunung rinjani.
Ø  Campuan tiga yaitu tempat bertemunya tiga sumber mata air yaitu suranadi, lingsar dan narmada.



Ø  Telaga ageng sebagai miniatur dari danau segara anak.
Ø  Dari kiri ke kanan (pelinggih Gunung Agung, Pelinggih Gunung Semeru, pelinggih Gunung Rinjani)
Ø  Pelinggih Ngerurah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar