MAKALAH TATTWA
“SEJARAH PURA NARMADA”
Dosen Pengempu : I Gede Mahardika
Disusun Oleh kelompok :
I
Komang Adi Purnawan 131
111 42
Gede Putra 131
111
Ni
Nyoman Apriani 131 111
Ni
Wayan Budi Aryani 131 111 46
Nyoman Jani Asih 131
111
Nyoman Tri Mega Sari 131
111
Jurusan : Dharma Acarya IIIB
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA HINDU
SEKOLAH TINGGI
AGAMA HINDU NEGERI GDE PUDJA MATARAM
2014
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”
puji
syukur saya haturkan kehadirat ida sang
hyang widhi wasa, berkat asung
kerta wara nugraha-Nya, saya dapat
menyelesaikan tugas mandiri makalah tattwa yang berjudul“sejarah pura narmada”
Sesuai dengan judul yang telah disebutkan diatas, dalam makalah ini saya memaparkan mengenai sejarah pura narmada dan juga bagaimana
konsep ketuhan dalam pura ini. Tujuan dari penyusunan makalah
ini, selain untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran tattwa, juga saya susun sebagai
bahan pembelajaran.
Namun di samping itu, saya menyadari
betul bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Dan untuk itu
saya mengharapakan kritik dan saran yang sekiranya membangun dari
para pembaca sekalian agar kekurangan dalam makalah ini dapat diperbaiki
dan menjadi lebih sempurna untuk proses penambahan wawasan kita semua.
“Om Santih, Santih,
Santih, Om”
Mataram, 20, oktober 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar....................................................................................................
Daftar
Isi.............................................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang..........................................................................................
1.2
Rumusan Masalah....................................................................................
1.3
tujuan .......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
.... 2.1.sejarah pura narmada................................................................................
.... 2.2 denah pelinggih .......................................................................................
2.3 konsep ketuhanan ....................................................................................
2.4 pelaksanaan pujawali ...............................................................................
2.5
hal-hal yang unik dipura Narmada ...........................................................
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..............................................................................................
3.2 Saran .......................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tempat suci bagi penganut agama merupakan sarana
atau salah satu alat untuk mengadakan kontak atau hubungan ke hadapan Tuhan
yang dipujanya. Di tempat inilah kita
bisa berkonsentrasi untuk memuja kebesaran Ida
Sang Hyang Widhi Wasa sebagai sumber dari segala sumber yang ada. Di samping
itu keberadaan tempat suci suatu agama juga merupakan salah satu persyaratan
untuk mendapatkan pengakuan dari negara.
Istilah Pura sebagai tempat suci diperkirakan telah
dipakai sejak zaman Dalem ( Sebutan untuk Raja – raja Bali keturunan Kresna
Kepakisan ) berkuasa di Bali sebelum dikenal istilah Pura, Tempat
suci sebagai tempat pemujaan Tuhan oleh umat Hindu di Indonesia di
Bali khususnya dikenal dengan istilah Kahyangan atau Hyang. Istilah Pura mulai
dipergunakan untuk menyebutkan nama tempat suci untuk pemujaan,
Letak areal untuk tempat suci Pura menurut keyakinan umat
Hindu adalah di hulu, berpedoman kepada arah matahari terbit atau letak gunung.
Matahari terbit dan letak gunung dipandang sebagai arah yang suci, karena kedua
sumber alam itu diciptakan oleh Tuhan sebagai sumber kehidupan semua mahluk,
untuk itu di Bali arah hulu itu adalah timur dan utara atau sudut timur laut,
selain itu adapula yang memakai hulu itu kejalan dan ada pula kearah sungai
bila ditempat itu sulit ditentukan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
bagaimana sejarah
pura narmada?
2.
bagaimana konsep
ketuhanan di pura narmada?
3.
Konsep Ketuhanan yang
ada di pura Narmada?
4.
Bagaimanakah
pelaksanaan pujawali di pura Narmada?
5.
Apa saja hal-hal yang
unik di pura Narmada?
1.3
tujuan
Makalah ini kami susun bertujuan untuk memenuhi salah satu
mata kuliah tattwa di samping itu makalah ini juga sebagai bahan ajar bagi
pembaca untuk lebih dekat mengenal sejarah dan bagaimana konsep ketuhan yang
ada di pura narmada.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Singkat Pura Narmada
Menurut penuturan dari jero mangku Komang Puji yang bertugas sebagai pengemon pura di
Pura Narmada, Pura Narmada dibangun pada masa Kerajaan Mataram yang diperintah
oleh Raja Anak Agung Gede Ngurah Karang Asem, sebelum dibangunnya Pura Narmada
ada pernjanjian antara kerajaan Selaparang dengan kerajaan Mataram mengenai
wilayah kekuasaan masing-masing kerajaan, pada masa itu kerajaan Mataram
mendapat wilayah di sebelah barat pulau lombok dimana tempat didirikannya Pura
Narmada, Dahulu kala pada masa pemerintahan Anak Agung Gde Ngurah Karang Asem
sering diadakan pemujaan untuk dewa Siva yang bertepat digunung Rinjani, raja
beserta pengikutnya bersama-sama mendaki gunung untuk mengadakan upacara
pekelem yaitu upacara yang dikaitkan dengan kesuburan dan turunnya hujan
disebut juga upacara Meras Danu, atau mengorbankan sesuatu dengan cara
menenggelamkan Sarana Upakara yadnya kedasar danau segara anak, tetapi lambat
laun kondisi kesehatan raja semakin
menurun yang akibatkan karena usia yang sudah tidak muda lagi, dan karena
hal tersebut raja mulai berfikir
bagaimana caranya agar yadnya (upacara pekelem) yang biasa beliau lakukan di
Gunung Rinjani bisa beliau laksanakan tanpa harus mendaki gunung, akhirnya
setelah berfikir panjang Raja memutuskan untuk membuat replika atau sebagai simbol
dari Gunung Rinjani, replika dari lokasi disekitar Gunung Rinjani tersebut
diberi nama Taman Narmada, Narmada diambil dari nama sebuah sungai di India
yaitu sungai Narmadanadi, dahulu nama Narmada hanya untuk menamai tiga sumber
mata air yang ada di taman tersebut tetapi lama – kelamaan dipakai untuk
menyebutkan seluruh komplek areal taman termasuk pura.
Pada saat pembangunan Taman, seluruh arsitek kerajaan dikerahkan untuk bisa
membawa nuansa Gunung Rinjani ke pusat kota, puncak dari Gunung Rinjani
dilukiskan dengan dibuat struktur bangunan
paling tinggi yang ada di taman yaitu kawasan pura yang dikenal dengan
nama Pura Kelasa. Pura Kelasa adalah salah satu Pura tertua di Lombok, Pura
Kelasa merupakan replika Gunung Rinjani yang secara kesatuan dengan Telaga
Ageng melambangakan Makrokosmos atau alam semesta, pintu masuk pura berbentuk
Paduraksa (gapura beratap), satu menghadap selatan dan satu menghadap kebarat
dengan dua buah Arca penjaga pintu (Dwara Pala) yang diapit oleh dua bangunan
kembar dengan 6 tiang yang disebut Bale Gong.
Di dalam lokasi
taman juga dibangun telaga yang sangat luas sebagai simbol Danau Segara Anak,
di telaga tersebut juga terdapat tiga patung yang menunjukkan tahun pembuatan
dari taman tersebut, yaitu sebuah candi
sebagai lambang matahari angkanya 1, patung Ganesa yang berada disebelah timur
angkanya 8, telaga itu sendiri angkanya 0, dan patung Arjuna yang berada di
sebelah timut telaga angkanya 5 karena diambil dari Panca Pandawa, bila
diurutkan pembangunan replika Gunung Rinjani dibangun pada tahun saka 1727 dan
apabila di masehikan tahun saka ditambah 78 menjadi 1805 Masehi.
Selain pura Kelasa dan telaga, terdapat juga sumber mata
air yang diberi nama Campuan Tiga, mata air itu berasal dari tiga sumber yaitu
Mata air dari Suranadi, Mata Air dari Lingsar dan Dari Narmada itu sendiri,
menurut jero mangku Sarjana yang bertugas di lokasi Campuan Tiga, mata air itu
hampir sama dengan lokasi di Torean, apabila kita mendaki Gunung Rinjani
melewati daerah keropok kita akan menemui tiga aliran sungai yang ada di gunung
yaitu Banyu Urip yang tidak pernah berhenti mengeluarkan air walaupun lokasinya
berada di dataran tinggi dan kering, Goa Manik juga merupakan salah satu aliran
yang ada di gunung, dan yang terakhir yaitu Goa Susu, disebut goa susu karena
air yang keluar dari didinding batu berwarna putih seperti air belerang, Karena
mata airnya berasal dari Gunung Rinjai dan tempat pertemuan tiga sumber mata
air lainnya, maka air yang ada di Balai Petirtaan dipercaya dapat menjadikan
orang yang meminum dan membasuh mukanya dengan air di situ akan awet muda.
Jadi secara keseluruhan apa yang ada di Pura Narmada merupakan
gambaran dari nuansa pegunungan yang ada di Gunung Rinjani, dengan adanya
simbol dari Gunung Rinjani sendiri yaitu
pura Kelasa, simbol Danau Segara Anak yaitu Telaga Ageng dan tiga sumber mata
air yang ada digunung yang diwujudkan dengan adanya Campuan Tiga, tidak hanya
itu struktur dari bangunan pura juga berbeda dengan pura lainnya yaitu
banyaknya anak tangga yang naik dan turun /berundak-undak supaya kesan dalam mendaki Gunung Rinjani
benar-benar terasa di komplek pura. Pura yang memiliki luas kurang lebih 3 Hektar ini
tergolong pura jagat atau pura umum bagi semua penganut Hindu dan merupakan
salah satu di antara delapan pura tua di Pulau Lombok.
Taman Narmada ini
terletak di Desa Lembuah, Kecamatan Narmada,
Kabupaten Lombok Barat, sekitar 10 kilometer sebelah timur Kota Mataram, Nusa
Tenggara Barat. Taman
Narmada yang sekarang ini adalah hasil pembangunan dan serangkaian
perbaikan/pemugaran yang berlangsung dari waktu ke waktu. Sewaktu para petugas
dari Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala
bersama dengan para petugas Kantor Wilayah Depdikbud Nusa Tenggara Barat
meneliti dan mengumpulkan data sebagai langkah awal pemugaran, mereka
berpendapat bahwa pemugaran secara memuaskan tidak mungkin, karena bahannya
kurang dari 50%. Banyak bagian yang telah rusak terutama tebing-tebing kolam,
taman, pagar maupun bangunan. Pada tahun 1980 sampai 1988 rekonstruksi Taman
Narmada dapat diselesaikan. Setelah
direkonstruksi oleh pemerintah melalui Dirjen
Kebudayaan, Direktorat Perlindungan dan pembinaan Peninggalan Sejarah dan
Purbakala, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menjadikan Taman Narmada sebagai kompleks
bangunan cagar budaya dengan daftar induk inventarisasi peninggalan sejarah dan
purbakala pusat nomor 1839. Dengan demikian, sesuai dengan peraturan yang
berlaku kelestarian Taman Narmada dilindungi oleh pemerintah.
2.2 Denah
Pelinggih
di pura Narmada
|
6
|
6
|
Keterangan :
1.
Lingga Stana
Sedahan Penglurah
2.
Meru Gedong Lingga
Stana Bhatara Gunung Rinjani.
3.
Meru (Tumpang 3)
Lingga Stana Bhatara Sang Hyang Pasupati (Semeru).
4.
Meru Gedong Lingga Stana Bhatara Gunung Agung.
5.
Bale Pawedaan.
6.
Bale Gong.
Pelinggih dari Gunung
Semeru berada ditengah dan bentuk punden berundaknya atau merunya lebih
tinggi diantara bangunan pelinggih dari Gunung Rinjani dan Gunung Agung. Apabila di kaitkan dengan mitos dari Gunung Rinjani
dan Gunung Agung akan menemukan Jawaban dari hal tersebut, disebutkan bahwa
pada zaman bahari Pulau Bali dan Pulau Lombok dalam keadaan stabil masih sunyi
dan senyap. Seolah-olah
mengambang ditengah lautan, keadaan pulau Bali dan Lombok sangat labil dan
selalu bergoyang, keadaan ini mendapat perhatian serius dari Bhatara Pasupati
dan beliau sangat iba dan kasihan dengan keadaan ini, Bali yang pada waktu itu hanya
memiliki 4 buah gunung, untuk menstabilkan pulau bali dan Lombok ini Bhatara
Pasupati memotong puncak Gunung Semeru di Jawa Timur kemudian di bawa ke Bali
dan Lombok, Oleh Bhatara Hyang Pasupati, Sang Bhadawangnala dititahkan menjadi
dasar bumi, Sang Ananthabhoga dan Sang Naga Bhasuki sebagai pengikatnya dan
Sang Naga Taksaka ditugaskan menerbangkan potongan gunung tersebut, ketika menerbangkan potongan dari puncak Gunung
Semeru tersebut ada beberapa bagian dari Gunung tersebut jatuh ke tanah dan
menjadi beberapa gunung di pulau bali diantaranya Gunung Agung, dan Gunung
Rinjani di Lombok merupakan potongan bagian bawah Gunung Semeru, jadi posisi
pelinggih gunung semeru yang ada di Pura Narmada dibuat lebih tinggi karena dipercaya
bahwa Gunung Agung dan Gunung Rinjani merupakan bagian dari puncak Gunung
Semeru.(Jero mangku ketut subandi:2002,
Hal. 4-5)
2.3 Konsep Ketuhanan
Mengenai konsep Ketuhanan yang ada di pura Narmada
berpedoman pada letak gunung, yaitu pelinggih yang menghadap selatan sehingga
para umat yang menghaturkan bakti menghadap ke arah utara, di Pura Narmada
terdapat tiga pelinggih utama dan satu pelinggih yang wajib ada di setiap pura
yaitu pelinggih Penglurah , dan tiga pelinggih utama sudah jelas tergambar pada denah diatas yaitu ditengah adalah
simbol dari Gunung Semeru dan yang berstana disana adalah Bhatara Pasupati
(Dewa Siva) , untuk pelinggih yang
disebelah barat adalah simbol dari Gunung Agung dan yang berstana disana adalah
Bhatara Putranjaya (Mahadewa) dan pelinggih yang disebelah timur adalah simbol
dari Gunung Rinjani (Dewa Wisnu) dan yang berstana disana adalah Bhatara
Lingsir Gunung Rinjani.
2.4
Pelaksanaan Pujawali
Pujawali piodalan di Pura Narmada jatuh pada Purnama Kelima sekitar bulan
November, yang diawali dengan kegiatan mendak tirta gunung rinjani yang
dilaksanakan tiga hari sebelum upacara piodalan, menurut I Wayan Dresta beberapa
pengemong pura bersama-sama mendaki ke Gunung Rinjani agar mendapatkan langsung
amerta dari gunung Rinjani.
Selain amerta dari gunung Rinjani, para pengurus Pura Narmada juga mendak
tirta Gunung Agung dengan cara ngayat (ngacep) di daerah Gondawari jadi untuk
mendapatkan amerta dari Gunung Agung Para pemedek tidak perlu ke bali tetapi
cukup ngayat dari daerah gondawari, begitu pula untuk amerta Gunung Semeru yang
dilakukan dengan cara ngayat di Petirtaan yang sudah ada di Pura Narmada.
Setelah mendapatkan ketiga Amerta dari ketiga Gunung tadi, kegiatan
selanjutnya adalah ngadegan pelinggih Ida Betara Gunung Agung, Gunung Rinjani
dan Gunung Semeru, sekaligus peletakan Amerta yang sudah diperoleh di Ketiga
Gunung tersebut, dan dirangkaikan dengan upacara mecaru dengan menggunakan Caru
Panca Sata dengan menggunakan 5 ekor ayam yang terdiri dari ayam putih,
merah,Hitam, Kuning dan Brumbun serta memakai tumpeng sesuai dengan urip
masing-masing penjuru mata angin.
Keunikan dari upacara piodalan di Pura Narmada adalah Puncak acaranya yang jatuh pada Purnama Kalima bersamaan dengan
kegiatan mulang pekelem yang dilaksanakan di Danau segara anak Gunung Rinjani,
upacara mulang pekelem dilaksanakan pada pagi hari sekitar jam 07.00, sedangkan
piodalan dilaksanakan pada sore hari sekitar pukul 16.00, yang dilaksanakan
oleh seluruh warga pengemong Pura Narmada dan masyarakat umum diluar pengemong
pura.
Selain persiapan mendak tirta yang dilakukan sebelum upacara pujawali
dilakukan, persiapan didalam menyiapkan Bebantenan juga dilakukan oleh
pengemong pura, beberapa hari sebelum pelaksanaan pujawali ketua krama pura
melakukan pembagian tugas untuk para pengemong pura untuk membuat bebantenan
yang umum seperti : banten pajegan, banten semayut, banten pejati, banten peras,
banten tebasan, banten bayuan, banten ajengan, ketipat ajengan, jerimpen, dan
masih banyak banten lainnya, sedangkan untuk banten yang di buat khusus dan
bebantenan yang agak rumit menurut jero mangku Komang Puji dikerjakan langsung
oleh anggota krama pura seperti pembuatan jaja pulogembal,banten suci, caru dan
beberapa banten lainnya,dan untuk bebantenan yang ditata diarepan Sulinggih
menggunakan bebantenan adandanan madya yang terdiri dari 33 jenis bebantenan.
2.5
Hal-Hal Unik Yang Ada Di Pura Narmada
Seperti halnya peninggalan kerajaan yang ada di daerah
lain, peninggalan kerajaan pada masa kejayaan Raja Karang Asem sangat berbeda,
diantaranya terdapat di Pura Narmada ini yang memiliki suatu keunikan dan
membedakan dengan Pura Lainnya, Pura Narmada yang merupakan salah satu
peninggalan Anak Agung Gde Ngurah Karang Asem memiliki beberapa bangunan di
areal tamannya yang dahulunya adalah istana tempat peristirahatan Raja beserta
Permaisuri,dayang-dayang, dan bala tentara, antara lain terdapat Kolam
pemandian para dayang – dayang raja yang diberi nama telaga Padmawangi,
dikatakan Padmawangi Karena pada jaman dahulu telaga tersebut banyak ditumbuhi
bunga tunjung yang harum , kemudian terdapat beberapa Bale dan halaman yang
terdiri dari :
a.
Bale Terang yang
berbentuk rumah panggung yang didalamnya memilliki tiga ruangan dan berfungsi
sebagai gudang, bagian atasnya memiliki tiga bagian diantaranya dua kamar yang
ujungnya (utara dan selatan), berfungsi sebagai tempat tidur raja dan ruang
tengahnya terbuka yang berfungsi agar Raja bisa melihat pemandangan dari arah
timur.
b.
Halaman Becingah,
pada jaman dahulu di halaman ini terdapat dua bangunan yang berfungsi sebagai
tempat penyimpanan senjata dan sebagai tempat menghadapnya para senopati dan
prajurit.
c.
Halaman Pasarean,
pada jaman dahulu dihalaman ini terdapat bale terang dan bale loji yang berfungsi
sebagai tempat membaca kitab Weda dan sebagai tempat penjagaan.
d.
Halaman Mukedas,
semula pada halaman mukedas dibangun Bale Loji, merajan (sanggah), Bangsal dan
bangunan tempat pelayanan raja.
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Setiap daerah pasti memiliki suatu sejarah yang bisa
diwariskan kepada anak-cucu generasi penerus dari leluhur, agar keturunan yang
ditinggalkan bisa mengetahui dari mana mereka berasal, selain itu ada bebrapa
benda ataupun bangunan yang bisa dijadikan sebagai bukti adanya suatu cerita
dimasa lalu yang memulai peradaban di suatu wilayah salah satu peninggalan
cagar budaya yang terbesar di Lombok yaitu Taman Narmada.
Taman Narmada bukan hanya sebuah taman melainkan suatu
konsep bangunan yang menjadi miniatur dari ciptaan dari kemahakuasaan Tuhan
yaitu Gunung Rinjani, untuk itu sebagai salah satu warisan budaya yang
ditinggalkan oleh Raja Anak Agung Ngurah Karang Asem para generasi Muda Hindu
yang ada di kota mataram sebisa mungkin untuk tetap melestarikan apa yang sudah
diwariskan, karena hal-hal yang bersifat sejarah apabila tidak ada yang
melestarikan lama kelamaan akan punah dan terkikis oleh jaman yang semakin
modern.
3.2 Saran
Begitu banyak peninggalan sejarah
yang kita miliki, dan juga begitu banyak kebanggaan yang kita rasakan karena
leluhur kita begitu banyak memberikan peninggalanya untuk kita semua
warisi.dari generasi ke generasi , marilah kita jaga bersama harta warisan
leluhur yang begitu berharga dan juga satu satunya, maka dari itu tidak ada
alasan buat kita sebagai generasi muda indonesia. Hindu pada khususnya untuk
tidak menjaga warisan budaya leluhur kita,
Karena bangsa yang besar adalah
bangsa yang mengenal sejarah bangsanya. Dan kenanglah setiap sejarah yang di
wariskan dalam darah kita, karena di dalam semua kenangan itu kita dan sejarah
itu akan selalu ada dan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR
NARASUMBER
1.
Nama
: Jero Mangku Komang Puji.
Umur : 75 Tahun
Alamat : Narmada
Pekerjaan : pemangku Pura Kelasa Narmada
2.
Nama :
Jero Mangku Sarjana
Umur : 50 Tahun
Alamat : Narmada
Pekerjaan : pemangku di Bale Campuan Tiga Narmada.
3.
Nama
: I Wayan Dresta
Umur : 33 Tahun
Alamat : Mataram
Pekerjaan : Mahasiswa STAHN Gde Pudja Mataram
LAMPIRAN-LAMPIRAN
JERO MANGKU KOMANG SUARJANA
Ø Tampak depan pura
Kelasa Narmada
Ø PERSEMBAHYANGAN
BERSAMA.
Ø Telaga padmawangi yang
dahulu kala merupakan tempat pemandian para dayang-dayang raja
dan undakan tangga yang
diibaratkan seperti mendaki gunung rinjani.
Ø
Campuan tiga yaitu tempat bertemunya tiga sumber mata air
yaitu suranadi, lingsar dan narmada.
Ø
Telaga ageng sebagai miniatur dari danau segara anak.
Ø
Dari kiri ke kanan (pelinggih Gunung Agung, Pelinggih
Gunung Semeru, pelinggih Gunung Rinjani)
Ø
Pelinggih Ngerurah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar