Di
ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
ITIHASA
Fungsi dan makna Pelinggih taksu
Disusun Oleh :
·
I Komang
Adi Purnawan ( 131 111 42 )
·
Semester
II pendidikan (B)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU
NEGERI GDE PUDJA MATARAM
2014
KATA PENGANTAR
puji
syukur saya haturkan kehadirat ida sang
hyang widhi wasa, berkat
asungkerta wara nugraha-Nya, saya dapat
menyelesaikan tugas mandiri makalah
itihasa yang berjudul “ fungsi dan makna pelinggih taksu
Sesuai dengan judul yang telah disebutkan diatas, dalam makalah ini saya
memaparkan mengenai sejarah taksu, pengertian fungsi dan makna taksu,
Tujuan dari penyusunan makalah ini, selain untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah itihasa, dan juga saya susun sebagai bahan pembelajaran.
Namun di samping itu, saya menyadari
betul bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Dan untuk itu saya
mengharapakan kritik dan saran yang sekiranya membangun dari para pembaca
sekalian agar kekurangan dalam makalah ini dapat diperbaiki dan menjadi
lebih sempurna untuk proses penambahan wawasan kita semua.
KATA PENGATAR .......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang ............................................................................................................. 1
1.2
Rumusan
masalah …………………………………………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 sejarah taksu................................................................................................................ 2
2.2 Pengertian
Taksu ....................................................................................................... 4
2.3
. Makna pelinggih taksu ................................................................................................ 4
2.4 fungsi pelinggih taksu ................................................................................................. 6
BAB III
3.1
KESIMPULAN ........................................................................................................... 7
DAFTAR
PUSTAKA ........................................................................................................ 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di masyarakat khususnya umat
hindu, mempunyai pelinggih taksu yang di percayai masyarakat. Mempunyai
kekuatan makna yang baik yaitu sebagai tempat memohon keselamatan,memohon
rejeki .
Pendirian tempat pemujaan keluarga di Ulun Karang tempat tinggal adalah sebagai
prosesi untuk menstanakan Atman sebagai Batara Hyang Guru dalam kehidupan
keluarga inti bagi umat Hindu di Bali. Palinggih Taksu dibangun dengan atap dan
rong satu dengan empat tiang di setiap sudutnyasedangkan posisinya berada di
sebelah kanan kemulan menghadap kearah selatan . ini merupakan stana dari
Sang Kala Raja yang memberikan sebuah kewibawaan. Dengan
adanya Pelinggih
1.2 Rumsan masalah
Ø
Bagaimana sejarah taksu ?
Ø
Apa pengertian taksu ?
Ø
Bagaimana makna dari pelinggih taksu
?
Ø
Bagaimana fungsi pelinggih taksu ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Taksu
Kata ''taksu'' berasal dari kata
''aksi'' artinya melihat. Melihat itu dengan cara pandang yang multidimensi
itulah menyebabkan orang disebut mataksu. Melihat sesuatu tidak hanya dengan
mata fisik saja. Pandangan mata fisik itu dianalisis oleh pandangan pikiran
yang cerdas dan dipandang dengan renungan rohani yang mendalam. Cara pandang
yang demikian itulah yang akan dapat melihat sesuatu dengan multidimensi.
Penglihatan yang multidimensi itulah menyebabkan orang mataksu.
Tempat pemujaan sebagai Ulun Karang
atau hulunya rumah tempat tinggal bagi umat Hindu di Bali umumnya disebut
Merajan atau Sanggah Merajan. Di tempat pemujaan yang disebut Merajan Kamulan
itu ada salah satu pelinggihnya disebut Taksu. Pelinggih Kamulan umumnya
didirikan di leret timur dari areal Merajan hulu pekarangan. Pelinggih Kamulan
itulah sebagai pelinggih utama. Sebutan lain dari Merajan tersebut adalah
Kemulan Taksu atau juga disebut Pelinggih Batara Hyang Guru.
Menurut Lontar Purwa Bhumi Kamulan,
Atman yang telah mencapai tingkat Dewa Pitara atau Sidha Dewata distanakan di
Pelinggih Kamulan. Lontar Gayatri menyatakan orang yang meninggal rohnya
disebut Preta. Setelah diupacarai ngaben rohnya disebut Pitara. Selanjutnya
dengan upacara Atma Wedana barulah disebut Dewa Pitara. Menurut Lontar Siwa
Tattwa Purana ada lima jenis upacara Atma Wedana berdasarkan besar kecilnya
upacara yaitu: Ngangsen, Nyekah, Mamukur, Maligia dan Ngeluwer. Setelah roh
diyakini mencapai status Dewa Pitara inilah ada prosesi upacara yang disebut
upacara Dewa Pitra Pratistha. Umat Hindu di Bali umumnya menyebutnya upacara
Nuntun Dewa Hyang atau juga disebut Ngalinggihan Dewa Hyang di Pelinggih
Kamulan. Karena itulah berbagai lontar menyatakan bahwa Pelinggih Kamulan
sebagai stana Sang Hyang Atma.
Di leret utara dari areal tempat
pemujaan Merajan salah satu pelinggihnya ada yang disebut Pelinggih Taksu.
Karena itu tempat pemujaan Ulun Karang itu juga disebut Pelinggih Kamulan
Taksu. Dalam Lontar Angastya Prana ada diceritakan bahwa saat jabang bayi ada
dalam kandungan berada dalam pengawasan Dewa Siwa. Setelah ada sembilan bulan lebih
jabang bayi tersebut ada dalam kandungan maka Dewa Siwa minta agar jabang bayi
itu lahir ke dunia.
Diceritakan jabang bayi itu takut
lahir ke dunia. Mengapa takut, karena hidup di dunia itu banyak penderitaan
yang akan dialami. Ada angin ribut, ada gempa, ada gunung meletus, ada
kelaparan, ada banjir, ada perang dan banyak lagi ada hal-hal yang membuat
orang menderita. Atas jawaban jabang bayi itu Dewa Siwa menyatakan bahwa engkau
tidak perlu takut hidup di dunia, nanti saudaramu yang empat itu akan membantu
kamu mengatasi segala derita. Untuk itu kamu harus minta bantuan
kepada saudaramu yang empat itu yang disebut Catur Sanak. Catur Sanak itu
adalah ari-ari atau plasenta, darah, lamas dan yeh nyom. Empat hal itulah yang
melindungi dan memelihara secara langsung sang jabang bayi dalam kandungan
ibunya. Kedokteran dapat menjelaskan secara ilmiah apa fungsi keempat unsur
yang melindungi bayi dalam kandungan ibunya itu.
Diceritakan secara mitologi dalam
Lontar Angastia Prana sang jabang bayi bersedia minta tolong pada Sang Catur
Sanak. Permintaan jabang bayi itu disanggupi oleh Sang Catur Sanak dengan
catatan agar setelah lahir ke dunia sang bayi tidak boleh lupa dengan dirinya.
Dengan kesepakatan itu Sang Catur Sanak mendorong sang jabang bayi lahir ke
dunia. Setiap bayi diupacarai secara keagamaan. Sang Catur Sanak pun ikut serta
diupacarai. Nama Sang Catur Sanak berubah menjadi seratus delapan kali.
Demikianlah sampai sang bayi meningkat dewasa, tua dan sampai meninggal.
Saat bayi baru lahir Catur Sanak
mendapatkan upacara dengan sarana nasi kepel empat kepel. Saat sudah meninggal
roh atau Atman dipreteka dengan upacara ngaben, saat itu Catur Sanak
mendapatkan upacara dengan sarana beras catur warna. Sampai upacara Atma Wedana
dan roh mencapai Dewa Pitara distanakan di Pelinggih Kamulan, maka Catur Sanak
distanakan di Pelinggih Taksu. Karena itulah tempat pemujaan di Ulun Karang itu
disebut Kamulan Taksu sebagai Batara Hyang Guru. Dalam Vana Parwa 27.214
dinyatakan ada lima macam Guru. Atman adalah satu dari lima guru yang
dinyatakan dalam Vana Parwa tersebut. Pendirian tempat pemujaan keluarga di
Ulun Karang tempat tinggal adalah sebagai prosesi untuk menstanakan Atman
sebagai Batara Hyang Guru dalam kehidupan keluarga inti bagi umat Hindu di
Bali. Palinggih Taksu dibangun dengan atap dan rong satu dengan empat tiang di
setiap sudutnyasedangkan posisinya berada di sebelah kanan kemulan
menghadap kearah selatan . ini merupakan stana dari Sang Kala Raja yang
memberikan sebuah kewibawaan. Dengan adanya Pelinggih
Taksu sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam
Merajan Kamulan inilah ada suatu nilai spiritual yang patut dipetik sebagai
penuntun hidup di bumi ini. Dengan adanya Pelinggih Kamulan Taksu ini dapat
dikembangkan suatu pandangan bahwa bagaimana konsep taksu dari sudut pandang
Hindu dalam sistem budaya spiritual di Bali. Dengan konsep yang benar itulah
kita jaga taksu Bali ke depan untuk menghadapi pergolakan kehidupan global yang
semakin dinamiss
2.2 Pengertian Taksu
Pada areal sanggah kamulan, ada sebuah
pelinggih yang penting yaitu Taksu.
Kata Taksu Kata
''taksu'' berasal dari kata ''aksi'' artinya melihat. Melihat itu dengan cara
pandang yang multidimensi itulah menyebabkan orang disebut mataksu. Melihat
sesuatu tidak hanya dengan mata fisik saja. Pandangan mata fisik itu dianalisis
oleh pandangan pikiran yang cerdas dan dipandang dengan renungan rohani yang
mendalam. Cara pandang yang demikian itulah yang akan dapat melihat sesuatu
dengan multidimensi. Penglihatan yang multidimensi itulah menyebabkan orang
mataksu. Pelinggih Taksu
Pelinggih ini terletak disebelah kanan pelinggih Pariyangan menghadap ke
barat, yang merupakan linggih dari Sang Hyang Bhuta Raja beliau adalah Dewanya
Taksu (guna).
sudah
merupakan bahasa baku dalam kosa kata Bali, yang dapat diartikan sebagai daya
magis yang menjadikan keberhasilan dalam segala aspek kerja. Misalnya para
seniman, pragina, dalang, balian, dalang dll. Mereka berhasil karena dianggap
metaksu. Dalam ajaran tantrayana, taksu itu bisa diartikan sama dengan sakti atau wisesa. Dan yang dimaksud dengan sakti itu adalah simbul dari bala
atau kekuatan. Dalam sisi lain
sakti juga disamakan dengan energi atau
kala. Bangunan
ini disebut Kemulan Taksu terletak di bagian Utara Menghadap ke Selatan
Dalam tatwa, daya
atau sakti itu tergolong Maya Tattwa.
Energi dalam bahasa sanskrit disebut prana,
yang adalah bentuk ciptaan pertama dari Brahman.
Dengan mempergunakan prana barulah muncul ciptaan berikutnya yaitu panca
mahabhuta. Dengan digerakkan oleh prana kemudian terciptalah alam semesta
beserta isinya. Tuhan dalam Nirguna
Brahma / Paramasiva dalam Siva Tatwa, memanfaatkan energi atau sakti
itu, sehingga ia menjadi Maha Kuasa, memiliki Cadu Sakti dengan Asta Aiswarya-Nya.
Dalam keadaan seperti itu Ia adalah Maha Pencipta, Pemelihara dan Pelebur.
Dalam Wraspati Tatwa disebut Sadasiva dan dalam pustaka Weda disebut Saguna Brahma.
Sakti atau energi maya
dari Tuhan itu dipuja dalam bentuk pelinggih yang disebut Taksu. Sedangkan
Tuhan dalam wujudnya sebagai Sang Hyang
Tri Purusa dan Sang Hyang Tri
Atma dipuja dalam pelinggih kamulan. Dalam upacara nyekah, selain sekah
sebagai perwujudan atma yang telah disucikan , kita juga mengenal adanya sangge. Sangge ini adalah perwujudan
atau simbul dari DewiMayasih.
Beliau mewakili unsur Maya Tatwa (pradana / sakti). Yang juga dalam upacara
nyekah bersama-sama Atma ikut disucikan.
Dalam ajaran Kanda Pat, dikenal adanya nyama papat
/ saudara empat yang ikut lahir saat manusia dilahirkan. Setelah melalui proses
penyucian, saudara empat itu menjadi Ratu Wayan Tangkeb Langit, Ratu Ngurah
Teba, Ratu Gede Jelawung dan Ratu Nyoman Sakti Pengadangan. Keempatnya itulah
disebut sebagai dewanya taksu. Tidak lain adalah saudara kita lahir yang
nantinya menemani manusia dalam kehidupannya.
kesidiian
atau keberhasilan untuk semua jenis profesi baik sebagai seniman, petani,
pedagang peminpin masyarakat dan sebagainya. Kadang-kadang
terlintas kebingungan ketika sembahyang di pelinggih yang di natah/halaman
rumah ketika hendak memulai aktifitas. Bingung yang bersumber dari
ketidaktahuan.
Ketika menghadap Tuhan lewat
persembahyangan di natah / halaman pekarangan, Beliau disini dimohonkan fungsi
sebagai apa, sehingga dibuat tempat dalam wujud pelinggih.
Pelinggih di natah / halaman
pekarangan rumah di Bali selatan kebanyakan
disebut dengan sanggah pengijeng, tetapi beberapa mengatakan bahwa palinggih
tersebut didaerahnya disebut taksu sama seperti nama pelinggih yang ada didekat pelinggih kemulan yaitu yang lazim
disebut pelingguh taksu yang ber- rong dua. Kadang terbersit pertanyaan
apakah sama fungsinya dengan Tugu Penunggun Karang. bukankah pengijeng dengan penunggu karang
berkonotasi sama, kalau sama kenapa mesti membuat dua pelinggih.
Tapi
ada juga yang menyebutkan pelinggih tersebut dengan sanggah surya/ pelinggih
surya, maka timbul kebingungan lagi, kalau pelinggih surya/sumber
cahaya/matahari kenapa setiap odalan di sanggah atau merajan mesti membuat
sanggah surya lagi yang ditempatkan di pojok Timur laut bukankah ini akan
menjadi double/ganda.
Ada juga yang memberi tahu jika
ingin kehidupan dengan rejeki lebih baik, rajin-rajinlah sembahyang di
palinggih yang ada di natah ini atau yang lebih
dikenal dengan sebutan sanggah pengijeng ini.
Terus apa hubungannya
pangijeng/penjaga, surya, dan kehidupan dengan rejeki yang lebih baik?
Dalam konsepnya pengetahuan
difungsikan sebagai penjaga rumah tangga . Dengan pengetahuan maka akan timbul
kebijaksanaan dalam mengelola kehidupan rumah tangga yang umumnya terwujud dari
pemikiran , perkataan dan tindakan yang selalu mengarah keharmonisan dan
kebahagiaan.
Pengetahuan juga dibaratkan surya
(sumber cahaya) yang akan selalu menerangi kehidupan berkeluarga. Dengan adanya
sumber cahaya akan menjadikan panduan / penuntun arah yang mesti ditempuh
sehingga tidak mengalami kebingungan karena kegelapan pikiran. sama halnya
pendeta-pendeta di Bali yang sering memberikan
pencerahan umatnya sering disebut dengan Surya.
Untuk rejeki yang lebih baik itu
sudah pasti adanya, karena Dewi Saraswati merupakan manifestasi Tuhan yang
memberikan Ilmu pengetahuan. Dengan restu Beliau pengetahuan yang
dipelajari akan mudah didapatkan sehingga akan meningkatkan kecerdasan. Orang
yang cerdas pasti rejekinya lebih baik, karena biasanya orang-orang yang
cerdaslah yang bisa menjadi dokter, pengusaha, insinyur, pilot, pengacara,
hakim, menteri, presiden maupun pekerjaan-pekerjaan lainnya yang notabene
berpenghasilan tinggi.Dengan Sembahyang kehadapan
Tuhan dengan Personifikasinya sebagai Sang Hyang Aji Saraswati, Taksu akan
selalu menyertai kehidupan.B. Palinggih Pokok yang terdapat di
Mrajan.
Pelinggih Pokok yang ada di mrajan adalah palinggih
kemulan namun dapat ditambah dengan palinggih yang lain seperti taksu.
2.3 . Makna pelinggih taksu
Memelihara kesehatan indria agar dapat berfungsi secara sempurna merupakan upaya hidup
sehari-hari yang wajib dilakukan. Indria tersebut adalah alat untuk dapat kita
merasakan adanya suka dan duka dalam kehidupan ini. Cuma indria yang sehat
sempurna itu harus digunakan di bawah kendali pikiran yang cerdas. Kecerdasan
pikiran itu dilandasi oleh kesadaran budhi yang bijaksana. Struktur diri yang
demikian itulah yang akan dapat mengimplementasikan kesucian Atman dalam wujud
perilaku.
Indria, pikiran dan kesadaran budhi
yang mampu menjadi media kesucian Atman itulah yang menyebabkan orang disebut
mataksu dalam hidupnya. Kata ''taksu'' berasal dari kata ''aksi'' artinya
melihat. Melihat itu dengan cara pandang yang multidimensi itulah menyebabkan
orang disebut mataksu. Melihat sesuatu tidak hanya dengan mata fisik saja.
Pandangan mata fisik itu dianalisis oleh pandangan pikiran yang cerdas dan
dipandang dengan renungan rohani yang mendalam. Cara pandang yang demikian
itulah yang akan dapat melihat sesuatu dengan multidimensi. Penglihatan yang
multidimensi itulah menyebabkan orang mataksu.
Tempat pemujaan sebagai Ulun Karang
atau hulunya rumah tempat tinggal bagi umat Hindu di Bali umumnya disebut
Merajan atau Sanggah Merajan. Di tempat pemujaan yang disebut Merajan Kamulan
itu ada salah satu pelinggihnya disebut Taksu. Pelinggih Kamulan umumnya
didirikan di leret timur dari areal Merajan hulu pekarangan. Pelinggih Kamulan
itulah sebagai pelinggih utama. Sebutan lain dari Merajan tersebut adalah
Kemulan Taksu atau juga disebut Pelinggih Batara Hyang Guru.
Dengan
adanya Pelinggih Taksu sebagai bagian
yang tak terpisahkan dalam Merajan Kamulan inilah ada suatu nilai spiritual yang patut dipetik sebagai penuntun hidup dibumi ini. Dengan
adanya Pelinggih Kamulan Taksu
ini dapat dikembangkan
suatu pandangan bahwa
bagaimana konsep taksu
dari sudut pandang Hindu dalam
sistem budaya spiritual di Bali. Dengan konsep yang benar itulah kita jaga taksu Bali kedepan
untuk menghadapi pergolakan kehidupan global yang semakin
dinamis.
Pelinggih di
natah / halaman pekarangan rumah di Bali selatan kebanyakan disebut
dengan sanggah pengijeng, tetapi sahabat dari Tabanan mengatakan bahwa
palinggih tersebut didaerahnya disebut taksu sama seperti nama pelinggih
yang ada didekat pelinggih kemulan yaitu yang lazim disebut pelingguh
taksu yang ber- rong dua. Kadang terbersit pertanyaan apakah sama fungsinya
dengan Tugu Penunggun Karang? bukankah pengijeng dengan penunggu karang
berkonotasi sama, kalau sama kenapa mesti membuat dua pelinggih? Tapi ada juga
yang menyebutkan pelinggih tersebut dengan sanggah surya/ pelinggih surya? maka
timbul kebingungan lagi, kalau pelinggih surya/sumber cahaya/matahari kenapa
setiap odalan di sanggah atau merajan mesti membuat sanggah surya lagi yang
ditempatkan di pojok Timur laut bukankah ini akan menjadi double/ganda.
Ada juga yang
memberi tahu jika ingin kehidupan dengan rejeki lebih baik, rajin-rajinlah
sembahyang di palinggih yang ada di natah ini atau yang lebih dikenal dengan
sebutan sanggah pengijeng ini. Akhirnya Tuhan dengan caranya memberitahukan
bahwa pelinggih tersebut tempat berstananya Dewi Saraswati ( Sang Hyang Aji
Saraswati) dengan posisi duduk di atas bunga padma lengkap dengan
atributnya.Terus apa hubungannya pangijeng/penjaga, surya, dan kehidupan dengan
rejeki yang lebih baik? Dalam konsepnya pengetahuan difungsikan sebagai penjaga
rumah tangga . Dengan pengetahuan maka akan timbul kebijaksanaan dalam
mengelola kehidupan rumah tangga yang umumnya terwujud dari pemikiran ,
perkataan dan tindakan yang selalu mengarah keharmonisan dan kebahagiaan.
Pengetahuan juga dibaratkan surya (sumber cahaya) yang akan selalu menerangi
kehidupan berkeluarga. Dengan adanya sumber cahaya akan menjadikan panduan /
penuntun arah yang mesti ditempuh sehingga tidak mengalami kebingungan karena
kegelapan pikiran. sama halnya pendeta-pendeta di Bali yang sering memberikan
pencerahan umatnya sering disebut dengan Surya.
2.4 Fungsi
taksu
Pada areal sanggah kamulan, ada sebuah pelinggih yang
penting yaitu Taksu. Kata Taksu sudah merupakan bahasa baku dalam kosa
kata Bali, yang dapat diartikan sebagai daya magis yang menjadikan keberhasilan
dalam segala aspek kerja. Misalnya para seniman, pragina, dalang, balian,
dalang dll. Mereka berhasil karena dianggap metaksu. Dalam ajaran tantrayana,
taksu itu bisa diartikan sama dengan sakti atau wisesa. Dan yang
dimaksud dengan sakti itu adalah simbul dari bala atau kekuatan. Dalam
sisi lain sakti juga disamakan dengan energi atau kala.
Dalam tatwa, daya atau sakti itu tergolong Maya
Tatwa. Energi dalam bahasa sanskrit disebut prana, yang adalah
bentuk ciptaan pertama dari Brahman. Dengan mempergunakan prana barulah
muncul ciptaan berikutnya yaitu panca mahabhuta. Dengan digerakkan oleh prana
kemudian terciptalah alam semesta beserta isinya. Tuhan dalam Nirguna Brahma
/ Paramasiva dalam Siva Tatwa, memanfaatkan energi atau sakti itu, sehingga
ia menjadi Maha Kuasa, memiliki Cadu Sakti dengan Asta Aiswarya-Nya. Dalam
keadaan seperti itu Ia adalah Maha Pencipta, Pemelihara dan Pelebur. Dalam
Wraspati Tatwa disebut Sadasiva dan dalam pustaka Weda disebut Saguna
Brahma.
Sakti atau energi maya dari Tuhan itu dipuja dalam bentuk
pelinggih yang disebut Taksu. Sedangkan Tuhan dalam wujudnya sebagai Sang
Hyang Tri Purusa dan Sang Hyang Tri Atma dipuja dalam pelinggih
kamulan. Dalam upacara nyekah, selain sekah sebagai perwujudan atma yang telah
disucikan , kita juga mengenal adanya sangge. Sangge ini adalah
perwujudan atau simbul dari Dewi Mayasih. Beliau mewakili unsur
Maya Tatwa (pradana / sakti). Yang juga dalam upacara nyekah bersama-sama Atma
ikut disucikan.
Dalam ajaran Kanda Pat, dikenal adanya
nyama papat / saudara empat yang ikut lahir saat manusia dilahirkan. Setelah
melalui proses penyucian, saudara empat itu menjadi Ratu Wayan Tangkeb Langit,
Ratu Ngurah Teba, Ratu Gede Jelawung dan Ratu Nyoman Sakti Pengadangan.
Kempatnya itulah disebut sebagai dewanya taksu. Tidak lain adalah saudara kita
lahir yang nantinya menemani manusia dalam kehidupannya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Di dalam
agama hindu disebutkan bahwa, ada beberapa pelinggih yang ada di pekarangan
rumah, yaitu pelinggih taksu yang
beratap dan ada ber-rong tiga, ber-dua, dan ber-rong satu. bahan-bahan membuat
pelinggih taksu biasanya adalah kayu
tertentu antara lain ; Kayu Cendana, Kayu Patih penengen, kayu cempaka kuning,
majagau, taru pala, kayu sasih, kayu sabho, kayu bhujangga, kayu buni sari,
kayu jempinis, kayu bayur, kayu gentawas, kayu cemara, kayu naga sari,
sedandkan atapnya biasanya memakai ilalang atau Duk atau genteng. Yang letaknya
beberapa Jarak antar pelinggih yang satu dengan
yang lain dapat menggunakan ukuran satu "depa", kelipatan satu depa,
"telung tapak nyirang", atau kelipatan telung tapak nyirang.
Pengertian "depa" sudah dikemukakan di depan, yaitu jarak bentangan
tangan lurus dari ujung jari tangan kiri ke ujung jari tangan kanan.
DAFTAR PUSTAKA
Ø
Glebet Ir.I.N
Dharma prawerti castra parisada hindu dharma bali
denpasar
Ø
BSE agama hindu SMA .
Ø
WWW.GOOGLE.COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar