Selasa, 22 September 2015

ITIHASA Fungsi dan makna Pelinggih taksu



Di ajukan  Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

ITIHASA



Fungsi dan makna Pelinggih taksu





                                              





Disusun Oleh  :
·      I Komang Adi Purnawan          ( 131 111 42 )
·      Semester II pendidikan  (B)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI GDE PUDJA MATARAM
2014




KATA PENGANTAR
           puji syukur saya haturkan kehadirat ida sang  hyang widhi wasa,     berkat asungkerta wara nugraha-Nya, saya  dapat menyelesaikan tugas mandiri  makalah itihasa yang berjudul “ fungsi dan makna pelinggih taksu
            Sesuai dengan judul yang telah disebutkan diatas, dalam makalah ini saya memaparkan mengenai sejarah taksu, pengertian fungsi dan makna taksu,
          Tujuan dari penyusunan makalah ini, selain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah itihasa, dan  juga saya susun sebagai bahan pembelajaran.

            Namun di samping itu, saya  menyadari betul bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Dan untuk itu saya mengharapakan kritik dan saran  yang sekiranya membangun dari  para pembaca sekalian agar kekurangan dalam  makalah ini dapat diperbaiki dan menjadi lebih sempurna untuk proses penambahan wawasan kita semua.














KATA PENGATAR ..........................................................................................................     i
DAFTAR ISI .....................................................................................................................    ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1     Latar belakang .............................................................................................................    1
1.2     Rumusan masalah ……………………………………………………………………   1
BAB II PEMBAHASAN
2.1   sejarah taksu................................................................................................................    2
2.2   Pengertian Taksu  .......................................................................................................    4
2.3 . Makna pelinggih taksu ................................................................................................    4
2.4   fungsi pelinggih taksu .................................................................................................    6
BAB III
3.1 KESIMPULAN ...........................................................................................................    7
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................    8















BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Di masyarakat khususnya umat hindu, mempunyai pelinggih taksu yang di percayai masyarakat. Mempunyai kekuatan makna yang baik yaitu sebagai tempat memohon keselamatan,memohon rejeki . Pendirian tempat pemujaan keluarga di Ulun Karang tempat tinggal adalah sebagai prosesi untuk menstanakan Atman sebagai Batara Hyang Guru dalam kehidupan keluarga inti bagi umat Hindu di Bali. Palinggih Taksu dibangun dengan atap dan rong satu dengan empat tiang di setiap sudutnyasedangkan posisinya berada di sebelah kanan kemulan menghadap kearah selatan . ini merupakan stana dari Sang Kala Raja yang memberikan sebuah kewibawaan. Dengan adanya Pelinggih

















1.2 Rumsan masalah
Ø  Bagaimana sejarah taksu ?
Ø  Apa pengertian taksu ?
Ø  Bagaimana makna dari pelinggih taksu ?
Ø  Bagaimana fungsi pelinggih taksu ?





















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Taksu
Kata ''taksu'' berasal dari kata ''aksi'' artinya melihat. Melihat itu dengan cara pandang yang multidimensi itulah menyebabkan orang disebut mataksu. Melihat sesuatu tidak hanya dengan mata fisik saja. Pandangan mata fisik itu dianalisis oleh pandangan pikiran yang cerdas dan dipandang dengan renungan rohani yang mendalam. Cara pandang yang demikian itulah yang akan dapat melihat sesuatu dengan multidimensi. Penglihatan yang multidimensi itulah menyebabkan orang mataksu.
Tempat pemujaan sebagai Ulun Karang atau hulunya rumah tempat tinggal bagi umat Hindu di Bali umumnya disebut Merajan atau Sanggah Merajan. Di tempat pemujaan yang disebut Merajan Kamulan itu ada salah satu pelinggihnya disebut Taksu. Pelinggih Kamulan umumnya didirikan di leret timur dari areal Merajan hulu pekarangan. Pelinggih Kamulan itulah sebagai pelinggih utama. Sebutan lain dari Merajan tersebut adalah Kemulan Taksu atau juga disebut Pelinggih Batara Hyang Guru.
Menurut Lontar Purwa Bhumi Kamulan, Atman yang telah mencapai tingkat Dewa Pitara atau Sidha Dewata distanakan di Pelinggih Kamulan. Lontar Gayatri menyatakan orang yang meninggal rohnya disebut Preta. Setelah diupacarai ngaben rohnya disebut Pitara. Selanjutnya dengan upacara Atma Wedana barulah disebut Dewa Pitara. Menurut Lontar Siwa Tattwa Purana ada lima jenis upacara Atma Wedana berdasarkan besar kecilnya upacara yaitu: Ngangsen, Nyekah, Mamukur, Maligia dan Ngeluwer. Setelah roh diyakini mencapai status Dewa Pitara inilah ada prosesi upacara yang disebut upacara Dewa Pitra Pratistha. Umat Hindu di Bali umumnya menyebutnya upacara Nuntun Dewa Hyang atau juga disebut Ngalinggihan Dewa Hyang di Pelinggih Kamulan. Karena itulah berbagai lontar menyatakan bahwa Pelinggih Kamulan sebagai stana Sang Hyang Atma.
Di leret utara dari areal tempat pemujaan Merajan salah satu pelinggihnya ada yang disebut Pelinggih Taksu. Karena itu tempat pemujaan Ulun Karang itu juga disebut Pelinggih Kamulan Taksu. Dalam Lontar Angastya Prana ada diceritakan bahwa saat jabang bayi ada dalam kandungan berada dalam pengawasan Dewa Siwa. Setelah ada sembilan bulan lebih jabang bayi tersebut ada dalam kandungan maka Dewa Siwa minta agar jabang bayi itu lahir ke dunia.
Diceritakan jabang bayi itu takut lahir ke dunia. Mengapa takut, karena hidup di dunia itu banyak penderitaan yang akan dialami. Ada angin ribut, ada gempa, ada gunung meletus, ada kelaparan, ada banjir, ada perang dan banyak lagi ada hal-hal yang membuat orang menderita. Atas jawaban jabang bayi itu Dewa Siwa menyatakan bahwa engkau tidak perlu takut hidup di dunia, nanti saudaramu yang empat itu akan membantu kamu mengatasi segala derita. Untuk itu kamu harus minta bantuan kepada saudaramu yang empat itu yang disebut Catur Sanak. Catur Sanak itu adalah ari-ari atau plasenta, darah, lamas dan yeh nyom. Empat hal itulah yang melindungi dan memelihara secara langsung sang jabang bayi dalam kandungan ibunya. Kedokteran dapat menjelaskan secara ilmiah apa fungsi keempat unsur yang melindungi bayi dalam kandungan ibunya itu.
Diceritakan secara mitologi dalam Lontar Angastia Prana sang jabang bayi bersedia minta tolong pada Sang Catur Sanak. Permintaan jabang bayi itu disanggupi oleh Sang Catur Sanak dengan catatan agar setelah lahir ke dunia sang bayi tidak boleh lupa dengan dirinya. Dengan kesepakatan itu Sang Catur Sanak mendorong sang jabang bayi lahir ke dunia. Setiap bayi diupacarai secara keagamaan. Sang Catur Sanak pun ikut serta diupacarai. Nama Sang Catur Sanak berubah menjadi seratus delapan kali. Demikianlah sampai sang bayi meningkat dewasa, tua dan sampai meninggal.
Saat bayi baru lahir Catur Sanak mendapatkan upacara dengan sarana nasi kepel empat kepel. Saat sudah meninggal roh atau Atman dipreteka dengan upacara ngaben, saat itu Catur Sanak mendapatkan upacara dengan sarana beras catur warna. Sampai upacara Atma Wedana dan roh mencapai Dewa Pitara distanakan di Pelinggih Kamulan, maka Catur Sanak distanakan di Pelinggih Taksu. Karena itulah tempat pemujaan di Ulun Karang itu disebut Kamulan Taksu sebagai Batara Hyang Guru. Dalam Vana Parwa 27.214 dinyatakan ada lima macam Guru. Atman adalah satu dari lima guru yang dinyatakan dalam Vana Parwa tersebut. Pendirian tempat pemujaan keluarga di Ulun Karang tempat tinggal adalah sebagai prosesi untuk menstanakan Atman sebagai Batara Hyang Guru dalam kehidupan keluarga inti bagi umat Hindu di Bali. Palinggih Taksu dibangun dengan atap dan rong satu dengan empat tiang di setiap sudutnyasedangkan posisinya berada di sebelah kanan kemulan menghadap kearah selatan . ini merupakan stana dari Sang Kala Raja yang memberikan sebuah kewibawaan. Dengan adanya Pelinggih
Taksu sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam Merajan Kamulan inilah ada suatu nilai spiritual yang patut dipetik sebagai penuntun hidup di bumi ini. Dengan adanya Pelinggih Kamulan Taksu ini dapat dikembangkan suatu pandangan bahwa bagaimana konsep taksu dari sudut pandang Hindu dalam sistem budaya spiritual di Bali. Dengan konsep yang benar itulah kita jaga taksu Bali ke depan untuk menghadapi pergolakan kehidupan global yang semakin dinamiss
2.2 Pengertian Taksu
      Pada areal sanggah kamulan, ada sebuah pelinggih yang penting yaitu Taksu. Kata Taksu Kata ''taksu'' berasal dari kata ''aksi'' artinya melihat. Melihat itu dengan cara pandang yang multidimensi itulah menyebabkan orang disebut mataksu. Melihat sesuatu tidak hanya dengan mata fisik saja. Pandangan mata fisik itu dianalisis oleh pandangan pikiran yang cerdas dan dipandang dengan renungan rohani yang mendalam. Cara pandang yang demikian itulah yang akan dapat melihat sesuatu dengan multidimensi. Penglihatan yang multidimensi itulah menyebabkan orang mataksu. Pelinggih Taksu    Pelinggih ini terletak disebelah kanan pelinggih Pariyangan menghadap ke barat, yang merupakan linggih dari Sang Hyang Bhuta Raja beliau adalah Dewanya Taksu (guna).
sudah merupakan bahasa baku dalam kosa kata Bali, yang dapat diartikan sebagai daya magis yang menjadikan keberhasilan dalam segala aspek kerja. Misalnya para seniman, pragina, dalang, balian, dalang dll. Mereka berhasil karena dianggap metaksu. Dalam ajaran tantrayana, taksu itu bisa diartikan sama dengan sakti atau wisesa. Dan yang dimaksud dengan sakti itu adalah simbul dari bala atau kekuatan. Dalam sisi lain sakti juga disamakan dengan energi atau kala. Bangunan ini disebut Kemulan Taksu terletak di bagian Utara Menghadap ke Selatan
         Dalam tatwa, daya atau sakti itu tergolong Maya Tattwa. Energi dalam bahasa sanskrit disebut prana, yang adalah bentuk ciptaan pertama dari Brahman. Dengan mempergunakan prana barulah muncul ciptaan berikutnya yaitu panca mahabhuta. Dengan digerakkan oleh prana kemudian terciptalah alam semesta beserta isinya. Tuhan dalam Nirguna Brahma / Paramasiva dalam Siva Tatwa, memanfaatkan energi atau sakti itu, sehingga ia menjadi Maha Kuasa, memiliki Cadu Sakti dengan Asta Aiswarya-Nya. Dalam keadaan seperti itu Ia adalah Maha Pencipta, Pemelihara dan Pelebur. Dalam Wraspati Tatwa disebut Sadasiva dan dalam pustaka Weda disebut Saguna Brahma.
        Sakti atau energi maya dari Tuhan itu dipuja dalam bentuk pelinggih yang disebut Taksu. Sedangkan Tuhan dalam wujudnya sebagai Sang Hyang Tri Purusa dan Sang Hyang Tri Atma dipuja dalam pelinggih kamulan. Dalam upacara nyekah, selain sekah sebagai perwujudan atma yang telah disucikan , kita juga mengenal adanya sangge. Sangge ini adalah perwujudan atau simbul dari DewiMayasih. Beliau mewakili unsur Maya Tatwa (pradana / sakti). Yang juga dalam upacara nyekah bersama-sama Atma ikut disucikan.
           Dalam ajaran Kanda Pat, dikenal adanya nyama papat / saudara empat yang ikut lahir saat manusia dilahirkan. Setelah melalui proses penyucian, saudara empat itu menjadi Ratu Wayan Tangkeb Langit, Ratu Ngurah Teba, Ratu Gede Jelawung dan Ratu Nyoman Sakti Pengadangan. Keempatnya itulah disebut sebagai dewanya taksu. Tidak lain adalah saudara kita lahir yang nantinya menemani manusia dalam kehidupannya.
           kesidiian atau keberhasilan untuk semua jenis profesi baik sebagai seniman, petani, pedagang peminpin masyarakat dan sebagainya. Kadang-kadang terlintas kebingungan ketika sembahyang di pelinggih yang di natah/halaman rumah ketika hendak memulai aktifitas. Bingung yang bersumber dari ketidaktahuan.
Ketika menghadap Tuhan lewat persembahyangan di natah / halaman pekarangan, Beliau disini dimohonkan fungsi sebagai apa, sehingga dibuat tempat dalam wujud pelinggih.
Pelinggih di natah / halaman pekarangan rumah di  Bali selatan kebanyakan disebut dengan sanggah pengijeng, tetapi beberapa mengatakan bahwa palinggih tersebut didaerahnya disebut taksu  sama seperti nama pelinggih yang ada didekat pelinggih kemulan yaitu yang lazim disebut  pelingguh taksu yang ber- rong dua. Kadang terbersit pertanyaan apakah sama fungsinya dengan Tugu Penunggun Karang.  bukankah pengijeng dengan penunggu karang berkonotasi sama, kalau sama kenapa mesti membuat dua pelinggih.
Tapi ada juga yang menyebutkan pelinggih tersebut dengan sanggah surya/ pelinggih surya, maka timbul kebingungan lagi, kalau pelinggih surya/sumber cahaya/matahari kenapa setiap odalan di sanggah atau merajan mesti membuat sanggah surya lagi yang ditempatkan di pojok Timur laut bukankah ini akan menjadi  double/ganda.
Ada juga yang memberi tahu jika ingin kehidupan dengan rejeki lebih baik, rajin-rajinlah sembahyang di palinggih yang ada di natah ini atau yang lebih dikenal dengan sebutan sanggah pengijeng ini.
             Terus apa hubungannya pangijeng/penjaga, surya, dan kehidupan dengan rejeki yang lebih baik?
Dalam konsepnya pengetahuan difungsikan sebagai penjaga rumah tangga . Dengan pengetahuan maka akan timbul kebijaksanaan dalam mengelola kehidupan rumah tangga yang umumnya terwujud dari pemikiran , perkataan dan tindakan yang selalu mengarah keharmonisan dan kebahagiaan.
Pengetahuan juga dibaratkan surya (sumber cahaya) yang akan selalu menerangi kehidupan berkeluarga. Dengan adanya sumber cahaya akan menjadikan panduan / penuntun arah yang mesti ditempuh sehingga tidak mengalami kebingungan karena kegelapan pikiran. sama halnya pendeta-pendeta di Bali yang sering memberikan pencerahan umatnya sering disebut dengan Surya.
Untuk rejeki yang lebih baik itu sudah pasti adanya, karena Dewi Saraswati merupakan manifestasi Tuhan yang memberikan  Ilmu pengetahuan. Dengan restu Beliau pengetahuan yang dipelajari akan mudah didapatkan sehingga akan meningkatkan  kecerdasan. Orang yang cerdas pasti rejekinya lebih baik, karena biasanya orang-orang yang cerdaslah yang bisa menjadi dokter, pengusaha, insinyur, pilot, pengacara, hakim, menteri, presiden maupun pekerjaan-pekerjaan  lainnya yang notabene berpenghasilan tinggi.Dengan Sembahyang kehadapan Tuhan dengan Personifikasinya sebagai Sang Hyang Aji Saraswati, Taksu akan selalu menyertai kehidupan.B. Palinggih Pokok yang terdapat di Mrajan.
Pelinggih Pokok yang ada di mrajan adalah palinggih kemulan namun dapat ditambah dengan palinggih yang lain seperti taksu.

2.3 . Makna pelinggih taksu
Memelihara kesehatan indria agar dapat berfungsi secara sempurna merupakan upaya hidup sehari-hari yang wajib dilakukan. Indria tersebut adalah alat untuk dapat kita merasakan adanya suka dan duka dalam kehidupan ini. Cuma indria yang sehat sempurna itu harus digunakan di bawah kendali pikiran yang cerdas. Kecerdasan pikiran itu dilandasi oleh kesadaran budhi yang bijaksana. Struktur diri yang demikian itulah yang akan dapat mengimplementasikan kesucian Atman dalam wujud perilaku.
Indria, pikiran dan kesadaran budhi yang mampu menjadi media kesucian Atman itulah yang menyebabkan orang disebut mataksu dalam hidupnya. Kata ''taksu'' berasal dari kata ''aksi'' artinya melihat. Melihat itu dengan cara pandang yang multidimensi itulah menyebabkan orang disebut mataksu. Melihat sesuatu tidak hanya dengan mata fisik saja. Pandangan mata fisik itu dianalisis oleh pandangan pikiran yang cerdas dan dipandang dengan renungan rohani yang mendalam. Cara pandang yang demikian itulah yang akan dapat melihat sesuatu dengan multidimensi. Penglihatan yang multidimensi itulah menyebabkan orang mataksu.
Tempat pemujaan sebagai Ulun Karang atau hulunya rumah tempat tinggal bagi umat Hindu di Bali umumnya disebut Merajan atau Sanggah Merajan. Di tempat pemujaan yang disebut Merajan Kamulan itu ada salah satu pelinggihnya disebut Taksu. Pelinggih Kamulan umumnya didirikan di leret timur dari areal Merajan hulu pekarangan. Pelinggih Kamulan itulah sebagai pelinggih utama. Sebutan lain dari Merajan tersebut adalah Kemulan Taksu atau juga disebut Pelinggih Batara Hyang Guru.
Dengan adanya Pelinggih Taksu sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam Merajan Kamulan inilah ada  suatu nilai spiritual yang patut  dipetik  sebagai penuntun hidup  dibumi ini. Dengan adanya  Pelinggih  Kamulan Taksu  ini  dapat  dikembangkan  suatu  pandangan  bahwa  bagaimana   konsep  taksu  dari  sudut  pandang Hindu dalam sistem budaya spiritual di Bali. Dengan  konsep yang benar itulah kita jaga taksu Bali kedepan untuk menghadapi pergolakan kehidupan global yang semakin dinamis.
Pelinggih di natah / halaman pekarangan rumah di  Bali selatan kebanyakan disebut dengan sanggah pengijeng, tetapi sahabat dari Tabanan mengatakan bahwa palinggih tersebut didaerahnya disebut taksu  sama seperti nama pelinggih yang ada didekat pelinggih kemulan yaitu yang lazim disebut  pelingguh taksu yang ber- rong dua. Kadang terbersit pertanyaan apakah sama fungsinya dengan Tugu Penunggun Karang? bukankah pengijeng dengan penunggu karang berkonotasi sama, kalau sama kenapa mesti membuat dua pelinggih? Tapi ada juga yang menyebutkan pelinggih tersebut dengan sanggah surya/ pelinggih surya? maka timbul kebingungan lagi, kalau pelinggih surya/sumber cahaya/matahari kenapa setiap odalan di sanggah atau merajan mesti membuat sanggah surya lagi yang ditempatkan di pojok Timur laut bukankah ini akan menjadi  double/ganda.
Ada juga yang memberi tahu jika ingin kehidupan dengan rejeki lebih baik, rajin-rajinlah sembahyang di palinggih yang ada di natah ini atau yang lebih dikenal dengan sebutan sanggah pengijeng ini. Akhirnya Tuhan dengan caranya memberitahukan bahwa pelinggih tersebut tempat berstananya Dewi Saraswati ( Sang Hyang Aji Saraswati) dengan posisi duduk di atas bunga padma lengkap dengan atributnya.Terus apa hubungannya pangijeng/penjaga, surya, dan kehidupan dengan rejeki yang lebih baik? Dalam konsepnya pengetahuan difungsikan sebagai penjaga rumah tangga . Dengan pengetahuan maka akan timbul kebijaksanaan dalam mengelola kehidupan rumah tangga yang umumnya terwujud dari pemikiran , perkataan dan tindakan yang selalu mengarah keharmonisan dan kebahagiaan. Pengetahuan juga dibaratkan surya (sumber cahaya) yang akan selalu menerangi kehidupan berkeluarga. Dengan adanya sumber cahaya akan menjadikan panduan / penuntun arah yang mesti ditempuh sehingga tidak mengalami kebingungan karena kegelapan pikiran. sama halnya pendeta-pendeta di Bali yang sering memberikan pencerahan umatnya sering disebut dengan Surya.




2.4 Fungsi taksu
 Pada areal sanggah kamulan, ada sebuah pelinggih yang penting yaitu Taksu. Kata Taksu sudah merupakan bahasa baku dalam kosa kata Bali, yang dapat diartikan sebagai daya magis yang menjadikan keberhasilan dalam segala aspek kerja. Misalnya para seniman, pragina, dalang, balian, dalang dll. Mereka berhasil karena dianggap metaksu. Dalam ajaran tantrayana, taksu itu bisa diartikan sama dengan sakti atau wisesa. Dan yang dimaksud dengan sakti itu adalah simbul dari bala atau kekuatan. Dalam sisi lain sakti juga disamakan dengan energi atau kala.
         Dalam tatwa, daya atau sakti itu tergolong Maya Tatwa. Energi dalam bahasa sanskrit disebut prana, yang adalah bentuk ciptaan pertama dari Brahman. Dengan mempergunakan prana barulah muncul ciptaan berikutnya yaitu panca mahabhuta. Dengan digerakkan oleh prana kemudian terciptalah alam semesta beserta isinya. Tuhan dalam Nirguna Brahma / Paramasiva dalam Siva Tatwa, memanfaatkan energi atau sakti itu, sehingga ia menjadi Maha Kuasa, memiliki Cadu Sakti dengan Asta Aiswarya-Nya. Dalam keadaan seperti itu Ia adalah Maha Pencipta, Pemelihara dan Pelebur. Dalam Wraspati Tatwa disebut Sadasiva dan dalam pustaka Weda disebut Saguna Brahma.
        Sakti atau energi maya dari Tuhan itu dipuja dalam bentuk pelinggih yang disebut Taksu. Sedangkan Tuhan dalam wujudnya sebagai Sang Hyang Tri Purusa dan Sang Hyang Tri Atma dipuja dalam pelinggih kamulan. Dalam upacara nyekah, selain sekah sebagai perwujudan atma yang telah disucikan , kita juga mengenal adanya sangge. Sangge ini adalah perwujudan atau simbul dari Dewi Mayasih. Beliau mewakili unsur Maya Tatwa (pradana / sakti). Yang juga dalam upacara nyekah bersama-sama Atma ikut disucikan.
           Dalam ajaran Kanda Pat, dikenal adanya nyama papat / saudara empat yang ikut lahir saat manusia dilahirkan. Setelah melalui proses penyucian, saudara empat itu menjadi Ratu Wayan Tangkeb Langit, Ratu Ngurah Teba, Ratu Gede Jelawung dan Ratu Nyoman Sakti Pengadangan. Kempatnya itulah disebut sebagai dewanya taksu. Tidak lain adalah saudara kita lahir yang nantinya menemani manusia dalam kehidupannya.


BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

      Di dalam agama hindu disebutkan bahwa, ada beberapa pelinggih yang ada di pekarangan rumah, yaitu pelinggih taksu  yang beratap dan ada ber-rong tiga, ber-dua, dan ber-rong satu. bahan-bahan membuat pelinggih taksu  biasanya adalah kayu tertentu antara lain ; Kayu Cendana, Kayu Patih penengen, kayu cempaka kuning, majagau, taru pala, kayu sasih, kayu sabho, kayu bhujangga, kayu buni sari, kayu jempinis, kayu bayur, kayu gentawas, kayu cemara, kayu naga sari, sedandkan atapnya biasanya memakai ilalang atau Duk atau genteng. Yang letaknya beberapa Jarak antar pelinggih yang satu dengan yang lain dapat menggunakan ukuran satu "depa", kelipatan satu depa, "telung tapak nyirang", atau kelipatan telung tapak nyirang. Pengertian "depa" sudah dikemukakan di depan, yaitu jarak bentangan tangan lurus dari ujung jari tangan kiri ke ujung jari tangan kanan.














DAFTAR PUSTAKA

Ø  Glebet Ir.I.N 
Dharma prawerti castra parisada hindu dharma bali denpasar
Ø  BSE agama hindu SMA .
Ø  WWW.GOOGLE.COM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar