Senin, 21 September 2015

Hari Raya Suci Berdasarkan Pawokon

Hari Raya Suci Berdasarkan Pawokon






TUGAS KELOMPOK
STUDY ACARA HINDU II
Hari Raya Suci Berdasarkan Pawokon
 
                                              


                             


Disusun Oleh  :
          Nama           : I Komang Adi Purnawa          (131 111 42 )
                                      : Ida Bagus Putu Wikrama          ( 131 111 08 )
                                      : Desak Made Budi Suastiti         (131 111 24 )
                                      : Pande Ni Putu Yuli Asriani       (131 111 54 )
                                      : Ni Putu Candra Malini               ( 131 111 55 )
Jurusan/sem : Semester V pendidikan

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI GDE PUDJA MATARAM
2014



HARI RAYA BERDASARKAN  PAWUKON

Pada hakekatnya semua agama memiliki hari suci atau hari-hari besar keagamaan. Demikian pula dengan agama Hindu banyak sekali memiliki hari-hari suci keagamaan seperti Hari Raya Nyepi, Galungan, Kuningan, Saraswati, Siwaratri, dan yang lainnya.
Hari-hari suci bagi umat Hindu hari yang sangat baik untuk melakukan pemujaan ke hadapan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) beserta manifestasi-Nya. Oleh karena itu pada hari-hari tersebut merupakan hari-hari yang baik untuk melaksanakan yadnya.

a.      Pengertian Hari Suci
Hari suci  atau rerahinan adalah hari yg diperingati atau di istimewakan  berdasarkan kenyakinan bahwa hari itu mempunyai makna bagi kehidupan seseorang/masyarakat karena pengaruhnya dan karna nilai-nilai didalamnya. Bila peringatan hari suci itu dilakukan secara rutin maka acara itu disebut  Rerahinan atau sehari-hari. Bila kita pelajari acara rerahinan ini maka hari-hari suci itu ada pada siklus tertentu, dan mempunyai hari puncak dimana hari puncak itu akan kembali kehari permulaan.
Hari suci yang dirayakan oleh seluruh umat disebut hari raya atau rerahinan gumi (jagat). Sedangkan hari suci yang dirayakan oleh kelompok-kelompok tertentu disebut dengan nama odalan atau piodalan. Piodalan atau pawedalan berasal dari kata Wedal yang artinya lahir. Jadi pawedalan atau piodalan merupakan hari suci untuk memperingati kelahiran sesuatu (bukan manusia) atau hari jadi suatu Pura (Karena piodalan biasanya ditujukan untuk tempat suci atau sesuatu lainnya seperti Hari suci Galungan disebut sebagai hari pawedalan jagat.

b.      Prinsip Pokok Hari Suci
Untuk menentukan hari suci, didasarkan atas  beberapa perhitungan, diantaranya Wewaran, Pawukon, penanggal, panglong, dan sasih. Hal ini banyak dijelaskan didalam Wariga yaitu pedoman untuk mencari ala-ayuning (baik-buruknya) hari atau dewase.
Berbagai macam proses, prinsip dan ketentuan yang melatarbelakangi perhitungan dan pelaksanaan atau perayaan hari-hari suci agama Hindu. Adapun dasar perhitungan yang dimaksud seperti :
1.      Sistem perhitungan wara, yaitu perhitungan yang didasarkan atas adanya wewaran, misalnya perpaduan antara Tri Wara dengan Panca Wara dan Sapta Wara.
2.      Sistem perhitungan wuku, yaitu perhitungan hari Suci yang didasarkan atas pawukon, yakni dai wuku sinta sampai dengan watugunung.
3.      Sistem pranatamasa, yaitu perhitungan hari suci yang didasarkan atas sasih.
4.      Sistem tithi, yaitu perhitungan hari suci yang dihubungkan dengan peredaran bulan, seperti purnama dan tilem.
5.      Sistem naksatra, yaitu hari suci yang dirayakan berdasarkan perhitungan musim atau yang bersifat musiman.
6.      Sistem yoga, yaitu hari suci yang dirayakan berdasarkan perhitungan letak letak tata surya atau planet-planet angkasa. Mengingat keberadaan planet-planet tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan terutama manusia.
7.      Sistem karana, yaitu hari suci yang dirayakan berdasarkan perhitungan pertemuan antar bulan dengan matahari.

Demikian dasar perhitungan pelaksanaan hari suci agama Hindu yang dirayakan setiap 15 hari, 30 hari, 35 hari, 210 hari, dan 360 hari sekali. Perayaan hari-hari suci yang dimaksud sudah tentu memiliki tujuan yang ingin diwujudkan yakni “keselamatan/kerahayuan” bhuwana alit dan bhuwana agung sebagaimana tersuratkan dalam kitab suci Weda yakni terwujudnya moksartham jagadhita ya ca iti dharma.
c.       Penanggal dan Panglong
Perhitungan baik buruknya hari berdasarkan atas penanggal dan panglong :
1.      Tanggal atau pananggal disebut juga Sukla Paksa yang berarti bulan terang (setelah bulan mati) yaitu hari-hari setelah tilem seperti hari pertama setelah tilem disebut tanggal apisan (tanggal 1), hari kedua tanggal pindo (tanggal 2) dan seterusnya sampai tanggal 14 yang disebut purwani, dan tanggal 15 disebut Purnama.
2.      Panglong disebut juga Kresna Paksa yang berarti bulan gelap (waktu bulan gelap) yaitu hari-hari setelah Purnama, seperti hari pertama setelah purnama disebut panglong apisan (panglong 1), hari kedua disebut panglong 2 dan seterusnya sampai panglong 14 yang disebut juga purwani dan panglong 15 disebut tilem.
Tanggal atau penanggal dan panglong itu mempunyai perhitungan baik dan buruk hari (ala-ayu), disamping itu ada pula perhitungan sedang (tidak baik dan tidak buruk atau madia). Demikian pula apabila pananggal panglong itu bertemu dengan sapta wara, panca wara, sasih, dan yang lainnya, maka akan muncul padewasan baik dan buruk (ala-ayu).

d.      Jenis – jenis Hari Suci
1.      Hari raya atau yadnya dilakukan setiap hari. Sebagai contoh para sulinggih melakukan Surya Sewana, umat Hindu melakukan  Tri Sandhya, Yoga Yadnya, Swadhyaya Yadnya, dan Dyanayadnya. Yang harus dilakukan tiap hari adalah Yadnya Sesa
2.      Hari raya berdasarkan pertemuan Tri Wara dengan Panca Wara
Artinya  persembahan yang dilakukan pada pertemuan antara hari Kajeng (Tri Wara), dan Kliwon (Panca Wara) sehingga didapatkan hari suci Kajeng Kliwon. Kliwon  datangnya setiap lima hari sekali, Sang Hyang Siwa  bersemedi,pemujaan terhadap sang Hyang Siwa. Kajeng Kliwon datang setiap 15  hari sekali,pemujaan terhadap Sang Hyang Siwa
3.      Hari Raya Berdasarkan pertemuan Sapta Wara dan Panca Wara
Artinya persembahan dilakukan pada pertemuan Sapta Wara denga Panca Wara, antara lain sebagai berikut:
1.      Anggara Kliwon disebut pula Anggara Kasih, pada hari ini beryoga Sang Hyang Rudra.
2.      Budha Wage disebut juga Budha Cemeng, beryoga Sang Hyang Manik Galih menurunkan Sang Hyang Ongkara Amertha di bumi ini. Yadnya dipersembahkan kepada sang Hyang Sri Nini, agar diciptakan kemakmuran dunia
3.      Budha Kliwon, hari ini namanya sering disesuaikan dengan  wukunya. Hari Budha Kliwon adalah hari  penyucian Sang Hyang Ayu atau sang Hyang Nirmala Jati Sehingga persembahan ditunjukkan  padanya
4.      Saniscara Kliwon hari ini namanya sering disesuaikan dengan nama wuku.Persembahan ini ditujukan kepada Sang Hyang Parameswara
4.      HariRaya Berdasarkan Pawukon
Hari raya berdasarkan pawukon adalah hari raya yang perhitungannya berdasarkan wuku, antara lain :


Hari Raya pawukon Adalah Hari Raya Yang Perhitunganya Berdasarkan Pawukon Atau Wuku Sebagai Berikut

 1. Uku Sinta : a. Coma Ribek : Coma Pon disebut juga Coma Ribek, hari puja wali Sang Hyang Çri Amrta, tempat bersemayamannya adalah di Lumbung, Pulu, adapun upacara memujanya ialah : Nyahnyah geti-geti, gringsing, raka pisang mas, disertai denga bunga serba harum. Pada waktu itu, orang-orang tak diperkenankan menumbuk padi, demikian juga menjual beras, karena kalaupun dilakukan, maka dikutuklah oleh Bhatari Çri, sepatutnya orang memuja Sang Hyang Tri pramana ( bayu, sabda, idep ), serta membatinkan inti sari ajaran Agama ; karenanya pada hari itu, tidak diperkenankan tidur pada siang hari. b. Sabuh Mas : Pada Hari Anggara Wage, disebutlah sabuh mas, suatu hari yang disucikan untuk memuja Bhatara Mahadewa, dengan jalan melakukan upacara Agama, terhadap harta benda kakayaan, yaitu : Manik dan segala manikam ; adapun upakara : Suci, daksina, peras penyeneng, sesayut yang disebut Amrta sari, canang lenga wangi, burat wangi dan reresik. Tempat melakukan upacara itu, ialah dibalai piyasan ( dan yang semacam itu). Bagi orang-orang , patutlah melakukan pembersihan diri dan janganlah takabur terhadap kesenangan yang bersifat kebendaan belaka, melainkan ratna mutu manikam yang ada dalam diri pun ( jiwa ), perlu dimuliakan. Demikianlah, setelah selesai menyuguhkan kepada Bhatara-Bhatari bebanten sesayut itu, patutlah diayap untuk diri kita. c. Pager Wesi : Pada hari Buda Kliwon ( Sinta ), disebutlah Pager Wesi, saat Sang Hyang Pramesti guru ( Çiwa ) dan diikuti oleh Dewata Nawasanga, yang bertujuan untuk menyelamatkan jiwa segala makhluk hidup yang ditakdirkanNya dialam ini semuanya ; karenanya patutlah para sulinggih memuja cipataan Bhatara Prameswara : Upakara nya, ialah : Daksina, suci 1, peras panyeneng, sesayut, pancalingga, penek ajuman, serta raka-raka, wangi-wangi, dan perlengkapannya, yang dihaturkan (disuguhkan) di Sanggah kemulan. Adapun bebanten bagi orang-orang ialah : Sesayut pageh hurip 1, serta prayascita, setelah tengah malam, dilakukan yoga samadi (renungan suci). Dan ada pula sesuguh kepada Panca mahabuta (lima unsur alam) yaitu : Segehan berwarna, sesuai dengan neptu kelima arah, dan diselenggarakan di natar sanggah, dan disertai dengan segehan agung 1, (sebuah).
2. Tumpek Landep : Juga pada wara Landep, yaitu hari Caniscara Kliwon, adalah puja wali Bhatara Çiwa, dan hari saat beryoganya Sang Hyang Pasupati Adapun untuk pujawali Bhatara Çiwa, ialah : Tumpeng putih kuning satu pasang, ikannya ayam sebulu, grih terasi merah, pinang dan sirih, dan banten itu dihaturkan di Sanggah. Adapun yoganya Sang Hyang Pasupati (Hyang Widhi dalam wujud Raja Alam semesta), ialah : Sesayut jayeng perang, sesayut kusumayudha, suci, daksina peras, canang wangi-wangi, untuk memuja bertuahnya persenjataan. Demikian juga menurut ajaran, dalam hubungannya dengan manusia ialah hal itu untuk menjadikan tajamnya pikiran ; karena hal yang demikian patut dilaksanakan dengan puja mantra sakti pasupati.
3. Wuku Ukir : Wuku Ukir, yakni pada Redite Umanis, adalah hari untuk melakukan pujaan kepada Bhatara Guru, adapun upakara bebantennya, ialah : Pengambean, 1, sedah ingapon 25 ( sirih dikapuri ), kwangen 8 buah, bebanten mana semuanya itu dihaturkan si sanggar kemulan, namun dapat juga ditambahkan dengan pelaksanaan upakara sedemikian rupa menurut kemampuan ; demikianlah patutnya orang, dalam memuja Bhatara Guru, yang dipuja di sanggar kemulan.
4. Kulantir : Uku Kulantir, yakni pada Anggara Keliwon adalah hari unuk memuja Bhatara mahadewa ; dengan Upakara serba berwarna kuning yakni : Punjung kuning satu pangkon, ikannya ayam putih siungan di betutu, sedah woh (sirih dan pinag), yang berisi kapur, dan bebanten-bebanten itu dihaturkan disanggar.
5. Uku Wariga : Uku wariga, yakni hari Saniscara keliwon, disebutlah hari Panguduh, suatu hari untuk memuja kepada Sang Hyang sangkara, sebab beliaulah yang menyebabkan menjadinya segala tumbuh-tumbuhan termasuk kayu-kayuan. Adapun upakaranya ialah : Peras, tulung, sesayut, tumpeng bubur dan tumpeng Agung dengan ikan babi, atau itik diguling. Baik pula disertai dengan raka-raka, penyeneng, tetebus, dan sesayut cakragni. Adapun bebanten tersebut diatas, ialah mendoakan semoga atas rahmat Hyang Widhi maka segala tumbuh-tumbuhan dapat tumbuh subur bersusun-susun dan dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia dalam menentramkan hati, serta sejahteranya hubungan lahir bathin.
 6. Warigadian : Pada wuku warigadian, yakni pada hari coma pon, ialah hari untuk penghormatan kepada Bhatara Brahma, dengan mempergunakan bebanten sebagai berikut : Sedah woh selengkapnya, dan menurut kemampuan, banten mana dihaturkan di Paibon, serta menghaturkan bunga harum, sebagai biasanya dilakukan.
7. Sungsang : Uku Sungsang, yakni pada hari Wraspati wage, disebutlah hari Pararebon. Juga disebut hari Sugihan Jawa. Adapun hari tersebut, ialah untuk melaksanakan prayascita ( pensucian ), para Bhatara-Bhatara semuanya, yang disemayamkan di Prahyangan . Maka pada hari itu, dilakukanlah upacara pensucian Bhatara-Bhatara, kemudian dari pada itu dilanjutkan dengan upacara menghaturkan puspa harum. Lain dari pada itu, bagi orang yang membathinkan inti hakekat samadhi (meditasi), maka seyogyanyalah melaksanakan Yoga (renungan suci), sedangkan bagi para wiku (pedanda, Rsi, Empu, dsb), seyogyanya pula melakukan puja stuti, sebab pada hari itu para Bhatara turun kedunia disertai para Dewa pitara, untuk menikmati upacara pesucian, berlangsung sampai pada hari itu galungan. Oleh karena itu orang-ornag hendaknya melaksanakan upacara agama, dengan natab banten sesayut dan banten tutuan, yakni banten yang bersimbul penarik kebahagiaan lahir bathin, demikian patut dilaksanakan.

 8. Dungulan : a. Uku Dungulan, yakni pada hari Redite paing, disebutkan bahwa Sang Hyang Tiga Wisesa turun kedunia, dalam wujud kala, dan disebut Sang Bhuta Galungan, yang ingin memakan san minum didunia ini, oleh karena itu, orang-orang suci, demikian pula para sujana (bijaksana), hendaknya waspada serta mengekang / membatasi dirinya kemudian memusatkan pikirannya kearah kesucian, agar tiada kemasukan oleh sifat-sifat yang membahayakan dari pengaruh-pengaruh Sang Bhuta Galungan, dan hal yang demikian, disebutlah hari penyekeban. b. Pada hari coma pon, adalah hari untuk melakukan yoga samadhi, dengan memusatkan pikiran untuk menunggalnya dengan para Bhatara-Bhatara. Itulah sebabnya, mengapa pada hari itu disebut : Penyajaan oleh dunia ( Hindu ). c. Pada hari Anggara Wage, disebutlah hari penampahan, Pada hari itulah waktunya Sang Bhuta Galungan memangan. Oleh karena itu, patutlah dilakukan penyelenggaraan hidangan oleh desa Adat, dengan korban caru kepada Bhuta –Bhuta, bertempat diperempatan Desa adat, adapun korban yang diberikan kepada Bhuta-Bhuta, bentuknya bermacam-macam, yakni dari bentuk yang sederhana, sedang, dan besar. Dan yang patut memuja, ialah para Sulinggih , unuk memohonkan kepada Hyang . Yang dimaksud Sulinggih, yakni : Pedanda Cwa Budha, karena beliaulah yang mempunyai wewenang dalam hal ini. (termasuk juga dalam golongan Sulinggih, yakni Pemangku). Lain dari pada itu, segala senjata perang, patutlah semuanya itu diupacarai, dengan upacara pensucian oleh para Sulinggih. Tambahan pula bagi orang-orang kebanyakan ( Umat Hindu bersangkutan ), upacara-upacara tsb, bermanfaat untuk mendapat pahala kekuatan utama dalam perjuangan hidup yang patut disuguhkan di masing-masing pekarangan rumah ialah : Segehan warna, 3. ditaburkan menurut neptu, yakni : putih, 5. hitam, 4. bang, 9. ikannya olahan babi, tetabuhan, disertai segehan Agung, 1. Adapun tempat melakukan caru, ialah di natah pekarangan rumah, di sanggah, dan dimuka pekarangan rumah, yang dihayat pada waktu menjalankan caru itu, ialah Sang Bhuta Galungan. Sedang yang patut dihayapkan oleh anggota keluarga, ialah banten pabyakala, prayascita, dan sesayut, untuk mendapat kesuksesan dalam perjuangan hidup, sekala niskala (lahir-batin). d. Disebut Buda keliwon galungan, keterangannya, ialah, bahwa untuk memusatkan pikiran yang suci bersih, disertai dengan menghaturkan upacara persembahan kepada para Dewa-Dewa, di Sanggar parhyangan, tempat tidur, pekarangan, lumbung, dapur, dimuka karang perumahan, tugu, tumbal, pangulun Setra, pangulun Desa, pangulun sawah, hutan munduk, lautan, sampai pada perlengkapan rumah, semuanya itu diadakan persajian, dengan suguhan yang dilakukan di sanggar parhyangan, menurut besar kecilnya sbb : Tumpeng payas, wangi-wangi, sesucen (pembersihan ), itulah yang disuguhkan di Sanggar. Adapun banten dibalai-balai, ialah : tumpeng pengambean, jerimpen, pajegan, sodaan, dan perlengkapannya. Sedangkan ikannya, ilah jejatah babi, serta asap dupa harum. Setelah selesai itu semuanya diupacarakan, maka biarkanlah semalam, banten itu semuanya jejerang, sampai besoknya pagi-pagi.
9. Kuningna : a. Pada redite wage, disebut pemaridan guru, pada hakekatnya ialah saat kembalinya para Dewata-Dewata semuanya, menuju kahyangan, jelasnya, bahwa para Dewata-Dewata pergi, dengan meninggalkan kesejahteraan panjang umur. Maka upacaranya : ialah : Menghaturkan ketipat banjotan, canang raka-raka, wangi-wangi, serta menikmati tirtha pebersihan. b. Pada coma keliwon, disebutlah Pamacekan Agung. Pada sore harinya, patut melakukan segehan Agung dimuka halaman karang perumahan, dan memakai sambleh ayam semalulung yang disuguhkan kepada sang Bhuta Galungan dan para abdinya agar pergi. c. Buda paing kuningan ialah hari pemujaan Bhatara Wisnu, maka upacaranya ialah: Sirih dikapuri, putih, hijau, dan pinang, 26, disertai tumpeng hitam serta runtutannya. Menurut kemampuan, dan dihaturkan kepada Bhatara di paibon, dan disertai pula bunga-bunga harum sebagaimana mestinya. d. Pada hari saniscara kliwon kuningan, turunlah lagi para Dewata sekalian, serta sang dewa pitara (leluhur) untuk melakukan pensucian, lalu menikmati upacara bebanten, yakni : Sege dan selanggi, tebog, serta raka-raka selengkapnya, pebersihan, canang wangi-wangi dan runtutannya, dan menggantungkan sawen tamiang dan gegantungan caniga, sampai pada tempat atau kandang segala binatang ternak. Janganlah menghaturkan bebanten setelah lewat tengah hari, melainkan seyogyanyalah pada hari masih pagi-pagi, sebab kalau pada tengah hari, Dewa-Dewa telah kembali ke sorga. Lain dari pada itu, yang patut dipakai mendoakan manusia : Sesayut prayascita luwih, yaitu segejenar, ikannya itik putih, panyeneng, tetebus, yang gunanya untuk mohon kesucian pikiran, yang suci bersih, dan tidak putus-putusnya melakukan semadhi, juga diletakkan pasegehan di natar, yakni segehan Agung, 1.
10. Pahang : Pada Hari Buda keliwon, disebut pegatwakan dan penjelasannya adalah, bahwa pada hari itu titik selesainya memusatkan renungan ngekeb pikiran bersemadhi, dalam hubungannya, bahwa sang wiku dan para orang-orang sekalian patut membathinkan renungan suci, mempersatukan ciptannya untuk mendapatkan kesadaran, dari mana asalnya kita pada mulanya, renungn mana disertai dengan upakara serba suci : Wangi-wangi dan sesayut dirghayusa, dihaturkan kehadapan Hyang widhi Tunggal, upakara mana dilengkapi dengan penyeneng dan tetebus.
11. Merakih : Sukra Umanis, adalah hari pemujaan Bhatara Rambut Sedana, dan beliau juga disebut Sang Hyang Rambut Kaphala, adapun upacara bebantennya : Suci, daksina, pras, penek, ajuman, sodha putih kuning, dihaturkan kepada Sang Hyang rambut Sedana, keterangannya, ialah memuja melalui pralingga beliau, yang berujud perak, mas, wang, namun ditujukan kepada Sang Hyang Kamajaya (manifestasi Hyang Widhi yang memberi kenikmatan hidup).
12. Uye : Uku Uye, yakni pada hari Saniscara keliwon, disebut Tumpek Kandang, hari pelaksanaan upacara kepada binatang-binatang, seperti binatang sembelihan / ternak, kalau untuk sapi, kerbau, gajah, dan sebagainya, upacara yang diberikan, adalah sebagai berikut : Tumpeng, tebasan, paresikan, panyeneng, dan jerimpen. Kalau unuk bawi : Tumpeng, penyeneng, canang raka, - Kalau untuk bawi betina : Ketipat bekok, belayag bersama dengan segaaon. Kalau untuk sebangsa burung, ayam, itik, angsa, kwir, perkutut, dan sebangsanya : Ketipat sesuai dengan bentuknya, kalau untuk burung, ketipat paksi, kalau untuk ayam ; ketipat ayam, disertai dengan panyeneng, tetebus dan bunga-bungaan. Keterangannya, ialah bahwa upacara itu, seperti mengupacarai manusia, dengan mengambil bentuk utamanya pada binatang, seperti burung, ikan, karena badan itulah umpama binatang, sedangkan jiwanya adalah Sang Hyang Rareangon ( Çiwa ).
13. Wayang : Secara keseluruhan pada hari itu, adalah saat bertemunya Sang Wayang dengan Sang Sinta. Disebutlah bahwa wuku itu cemar, sehingga tidak dibenarkan kalau melakukan pensucian, berhias-hias, demikian juga bersisir, terutama pada hari Sukranya, karena berakibat ternodanya nilai diri. a. Pada hari Sukra Wage, dinamai hari kala paksa, ( Ala paksa), yakni waktu karogan namanya. Oleh karena itu orang-orang sewajarnyalah melakukan pembatasan, (secara simbolis), dengan menggoreskan kapur, tepat pada dadanya (tapak dara). Dan mesesuwuk (menempatkan suatu tanda) dengan daun pandan berduri, bertempat dibawah dipan tempat tidur, (juga diruangan pintu). Pada esok paginya, semua sesuwuk pandan tsb, dikumpulkan dan bertempat pada sebuha nyiru ( sidi ), disertai segehan lalu buanglah didengen, yakni dimuka halaman keluar pekarangan. Dalam pada itu, perlu disertai ucapan dalam pembuangannya dengan sesapa yang bermaksud membuang kecemaran-kecemaran. b. Menjelang hari Saniscara keliwon, adalah hari pemujaan pada Dewa Iswara, dengan prantara mengupacarai segala kesenian (baik yang bersifat sakral,maupun yang bersifat propan), yaitu : gong, gender, dan segala unen-unen lainnya. Adapaun bebanten untuk itu, ialah : Suci, pras, ajengan, ikannya itik putih, sedah woh. Canang raka, dan pasucen selengkapnya. Sedangkan widhiwidhana untuk manusia yang diibaratkan sebagai wayangnya Hyang Suksma, perlu diadakan pangastiti terhadap diri pribadinya, yakni : Sesayut tumpeng Agung, 1, dan penyeneng. Sebab badan kita itu, juga ibarat wayang, dan Sang Hyang Iswara ibarat dalang. Adapun pelaksanaannya, itulah ibarat gerak gerik dalam lakonnya. Jadi tidaklah berkenan ia dijadikan pengantar yadnya (apabila) tiada dilakukan pemujaan. Maka janganlah hendaknya orang tidak mau melakukan pemujaan kepada Sang Hyang Iswara atau Sang Hyang Triwiradnyana (yang menjadi sumber gerak, kata-kata, dan pikiran). Jika dilanggar nerakalah jiwanya.
14. Watugunung : Saniscara Umanis, adalah hari pujawali Bhatara Saraswati adapun upacaranya : Suci, peras, daksina palinggih, kembang payas, kembang cane dan kembang biasa, sesayut saraswati, prangkatan )rantasan) putih kuning, serta raka-raka tidak terkecuali dengan runtutannya, Sang Hyang pustaka (Lontar-lontar keagamaan), tempat menuliskan Aksara, itulah yang patut diatur yang sebaik-baiknya, dipuja, dan diupacarai dengan puspa wangi : inilah yang disebut memuja Sang Hyang Bayu (gerak, kata-kata dan pikiran). Pada umumnya waktu keadaan yang demikian (dalam memuja dengan bebanten), tidak wajar menulis surat, tak wajar membaca buku-buku weda, dan kidung kekawin, melakukan kewajarannya ialah melakukan yoga. Komentar : Saat melakukan yoga samadhi, bayu, sabda idep dipusatkan semuanya secara meditasi, maka itu tidak melakukan bacaan-bacaan/menulis. Setelah saat-saat tsb, dalam rangka merayakan memeriahkan, pada nantinya tidak merupakan halangan mengadakan pembacaan-pembacaan dengan tujuan yang baik, antara lain memperdalam dan menghayati intisarinya.
15. SINTA Pada hari Redite paing pagi-pagi, disebut Banyupinaruh, saat melakukan penyucian , yakni membersihkan diri kebeji (permandian), kemudian mensucikan diri dengan mempercikan air kumkuman. Kemudian lanjutkan dengan menghaturkan lelabaan pada Bhatara-Bhatara di Sanggar masing-masing yaitu: Sege atau punjung pradnyan jenar (gading), dan jejamu serba harum, yang dihayap oleh masing-masing.
16. PANCAWARA KLIWON dan pada hari Pancawara, yakni setiap datangnya hari Kliwon, adalah saat beryoganya Bhatara Çiwa, sepatutnya pada saat yang demikian, melakukan pensucian dengan menghaturkan wangi-wangi bertempat di Merajan, dan diatas tempat tidur, sedangkan yang patut disuguhkan dihalaman rumah, halaman Merajan dan pintu keluar masuk pekarangan rumah, ialah segehan kepel dua kepel menjadi satu tanding, dan setiap tempat tersebut diatas, disuguhkan tiga tanding yakni : a. dihalaman Sanggar, kepada Sang Bhuta Bhucari b. di Dengen, kepada Sang Durgha Bhucari c. untuk dihalaman rumah, kepada Sang Kala Bhucari adapun maksud memberikan laba setiap hari Kliwon, ialah untuk menjaga, agar pekarangan serta keluarga semuanya mendapat perlindungan dan menjadi sempurna.






No
1
Sinta
Redite
Soma
Anggara
Buda
Paing
Pon
Wage
Kliwon
2
Landep
Saniscara
Kliwon
3
Ukir
Redite
Buda
Umanis
Wage
PersembahanBhatara Guru
Buda Cemeng Ukir
4
Kulantir
Anggara
Kliwon
Anggara Kasih Kulantir
5
Wariga
Saniscara
Kliwon
Tumpek Wariga/Pangatag
6
Warigadean
Saniscara
Paing
Penyucian Bhatara Brahma
7
Julungwangi
Anggara
Kliwon
Anggara Kasih Julungwangi
8
Sungsang
Wraspati Sukra
Wage Kliwon
9
Dungulan
Radite
Soma
Anggara
Buda
Wraspati
Saniscara
Paing
Pon
Wage
Kliwon
Umanis
Pon
Panyekeban
Panyajaan Galungan
Penampahan Galungan
Galungan
Manis Galungan
Pamaridan Guru
10
Kuningan
Radite
Soma
Buda
Sukra
Saniscara
Wage
Kliwon
Paing
Wage
Kliwon
Ulihan
Pamacekan Agung
Pujawali
Bhatara Wisnu
Penampahan Kuningan
Kuningan
11
Langkir
Buda
Sukra
Wage
Kliwon
Buda Cemeng Langkir
12
Medangsia
Anggara
Kliwon
Anggara Kasih Medangsia
13
Pahang
Buda
Kliwon
14
Krulut
Saniscara
Kliwon
15
Merakih
Buda
Sukra
Wage
Umanis
Buda Cemeng Merakih
Wedalan
Bhatari Sri
16
Tambir
Anggara
Kliwon
Anggara Kasih Tambir
17
Matal
Buda
Kliwon
Buda Kliwon Matal
18
Uye
Saniscara
Kliwon
19
Menahil
Buda
Wage
Buda Cemeng Menahil
20
Prangbakat
Anggara
Umanis
Anggara Kasih Prangbakat
21
Ugu
Buda
Kliwon
Buda Kliwon Ugu | di Tegal Penagsaran dll
22
Wayang
Saniscara
Kliwon
23
Kulawu
Buda
Wage
Buda Cemeng Kulawu | Rambut Sedana
24
Dukut
Anggara
Kliwon
Anggara Kasih Dukut
25
Watugunung
Saniscara

Hari Saraswati, memperingati turunnya ilmu pengetahuan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar